Masih berbicara mengenai pacaran. Tak ada sesuatu yang Allah larang kecuali banyak mudharat yang terkandung didalamnya. Salah satunya yaitu pacaran.
Seorang kawan pernah bercerita. Ia menceritakan bagaimana jauhnya perbedaan perilaku abangnya tatkala mengenal yang namanya pacaran.
Sebut saja namanya Lana, ia memiliki abang yang bernama Raka. Perbedaan usia keduanya hanya terpaut dua tahun, hal tersebut membuat hubungan kakak beradik tersebut cukup dekat. Karena dua abang mereka sudah menikah dan bertempat tinggal yang lumayan jauh. Di rumah, Lana dan Raka adalah teman juga lawan. Kadangkala mereka akur, kadang pula mereka bertengkar. Tapi semua itu hanya romantika persaudaraan yang indah. Yang tak pernah Lana lupakan hingga kini ialah ketika abangnya mengajak Lana ke pameran buku yang sering di adakan di kawasan Senayan. Saat itu Lana masih kelas satu SMA dan abangnya kelas tiga SMA. Meskipun kala itu Lana menganggap kejadian itu biasa saja dan terkesan tanpa makna, namun kini Lana sangat merindukan hal itu.
Kini, Raka telah bekerja juga Lana. Bukan pekerjaan yang menjauhkan mereka dan membuat Lana merasa kehilangan sosok seorang abang di rumah. tapi semenjak Raka memulai hubungan pacaran, sikapnya jauh berbeda.
Hubungan Raka dengan pacarnya yang belum lama bisa membuat waktunya habis terbuang selain oleh pekerjaannya. Rumah seakan tempat singgah untuk Raka, hanya sekedar untuk makan dan tidur. Ibunya yang seorang ibu rumah tangga banyak menghabiskan waktunya di rumah, tapi hal itu tak membuatnya betah berlama-lama duduk bercerita dengan ibunya. Ibu yang melahirkannya, telah tergeser perannya oleh seseorang yang hanya bergelar pacar.
Bagi Lana, kini ia hanya seorang anak tunggal di rumah. Tak ada lagi cerita antara kakak adik yang bercanda atau bertengkar. Sungguh, Lana sangat merindukan ketika ia dan abangnya pergi ke pameran buku, memilih buku-buku yang di minati. Abangnya yang dulu setia mengantarnya kemanapun ia pergi. Menjaga Lana dan melindunginya. Abangnya sekarang bagai orang asing.
Lana yang sangat merasa perubahan tersebut menyimpan rasa benci dalam hatinya. Bukan benci terhadapnya abangnya, tetapi oleh jalur pacaran yang dipilihnya. Oleh orang-orang yang menjadi pelopor terjadinya pacaran. Sehingga menyebabkan hubungan saudara menjadi tak berarti oleh hubungan tak jelas yang berdalih untuk pengenalan pribadi.
Mungkin cerita Lana di atas hanya satu dari sekian kisah yang di rasakan oleh seorang adik yang merasa kehilangan kehadiran seorang saudara. Wujudnya hanya hadir tapi tanpa ada sentuhan hati.
Seorang Lana yang memang faham akan buruknya hubungan dalam pacaran, namun tak mampu lagi untuk mempengaruhi Raka. Betapa bencinya Lana kini dengan pacaran dan ia tak mampu untuk berbuat banyak untuk menyampaikan bahwa pacaran itu bertentangan dengan syariat islam. Bahwa dalam pacaran banyak terkumpul bermacam zina. Bahwa pacaran hanya bersifat egoisme semata.
Jika ada seseorang yang sangat baik pada pasangannya, itu belum menggambarkan sifat aslinya. Bisa jadi itu hanya topeng untuk menarik simpati pasangannya.
Bahwa pacaran hanya egoisme dua orang lawan jenis yang mengumbar maksiat di hadapan umum, di hadapan keluarga.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada seorang adik yang kehilangan sosok seorang abang. Ada seonggok benci yang hadir tatkala ada seseorang yang tiba-tiba merebut perhatiannya, oleh sesuatu yang melanggar syariat.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada seorang ibu yang merindukan kehadiran seorang anak sebagai penyejuk hatinya. Bukan lebih puas menghabiskan waktunya dengan pasangannya.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada banyak generasi di bawahnya yang akan meniru perbuatannya hingga membuat hati orang lain terluka tanpa sadar. Akan ada tradisi dosa turun temurun. Akan ada penghalalan suatu bentuk keharaman akibat kebiasaan yang tak lagi di anggap asing.
Karena pacaran itu haram, apapun bentuknya, apapun namanya. Karena hanya ada pernikahan yang menjadi solusi yang Allah siapkan untuk para hambaNya untuk mencurahkan segala kebutuhan lahir dan bathin manusia pada lawan jenisnya.
Allahua’lam.
27 November 2011
Seorang kawan pernah bercerita. Ia menceritakan bagaimana jauhnya perbedaan perilaku abangnya tatkala mengenal yang namanya pacaran.
Sebut saja namanya Lana, ia memiliki abang yang bernama Raka. Perbedaan usia keduanya hanya terpaut dua tahun, hal tersebut membuat hubungan kakak beradik tersebut cukup dekat. Karena dua abang mereka sudah menikah dan bertempat tinggal yang lumayan jauh. Di rumah, Lana dan Raka adalah teman juga lawan. Kadangkala mereka akur, kadang pula mereka bertengkar. Tapi semua itu hanya romantika persaudaraan yang indah. Yang tak pernah Lana lupakan hingga kini ialah ketika abangnya mengajak Lana ke pameran buku yang sering di adakan di kawasan Senayan. Saat itu Lana masih kelas satu SMA dan abangnya kelas tiga SMA. Meskipun kala itu Lana menganggap kejadian itu biasa saja dan terkesan tanpa makna, namun kini Lana sangat merindukan hal itu.
Kini, Raka telah bekerja juga Lana. Bukan pekerjaan yang menjauhkan mereka dan membuat Lana merasa kehilangan sosok seorang abang di rumah. tapi semenjak Raka memulai hubungan pacaran, sikapnya jauh berbeda.
Hubungan Raka dengan pacarnya yang belum lama bisa membuat waktunya habis terbuang selain oleh pekerjaannya. Rumah seakan tempat singgah untuk Raka, hanya sekedar untuk makan dan tidur. Ibunya yang seorang ibu rumah tangga banyak menghabiskan waktunya di rumah, tapi hal itu tak membuatnya betah berlama-lama duduk bercerita dengan ibunya. Ibu yang melahirkannya, telah tergeser perannya oleh seseorang yang hanya bergelar pacar.
Bagi Lana, kini ia hanya seorang anak tunggal di rumah. Tak ada lagi cerita antara kakak adik yang bercanda atau bertengkar. Sungguh, Lana sangat merindukan ketika ia dan abangnya pergi ke pameran buku, memilih buku-buku yang di minati. Abangnya yang dulu setia mengantarnya kemanapun ia pergi. Menjaga Lana dan melindunginya. Abangnya sekarang bagai orang asing.
Lana yang sangat merasa perubahan tersebut menyimpan rasa benci dalam hatinya. Bukan benci terhadapnya abangnya, tetapi oleh jalur pacaran yang dipilihnya. Oleh orang-orang yang menjadi pelopor terjadinya pacaran. Sehingga menyebabkan hubungan saudara menjadi tak berarti oleh hubungan tak jelas yang berdalih untuk pengenalan pribadi.
Mungkin cerita Lana di atas hanya satu dari sekian kisah yang di rasakan oleh seorang adik yang merasa kehilangan kehadiran seorang saudara. Wujudnya hanya hadir tapi tanpa ada sentuhan hati.
Seorang Lana yang memang faham akan buruknya hubungan dalam pacaran, namun tak mampu lagi untuk mempengaruhi Raka. Betapa bencinya Lana kini dengan pacaran dan ia tak mampu untuk berbuat banyak untuk menyampaikan bahwa pacaran itu bertentangan dengan syariat islam. Bahwa dalam pacaran banyak terkumpul bermacam zina. Bahwa pacaran hanya bersifat egoisme semata.
Jika ada seseorang yang sangat baik pada pasangannya, itu belum menggambarkan sifat aslinya. Bisa jadi itu hanya topeng untuk menarik simpati pasangannya.
Bahwa pacaran hanya egoisme dua orang lawan jenis yang mengumbar maksiat di hadapan umum, di hadapan keluarga.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada seorang adik yang kehilangan sosok seorang abang. Ada seonggok benci yang hadir tatkala ada seseorang yang tiba-tiba merebut perhatiannya, oleh sesuatu yang melanggar syariat.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada seorang ibu yang merindukan kehadiran seorang anak sebagai penyejuk hatinya. Bukan lebih puas menghabiskan waktunya dengan pasangannya.
Andai saja, Raka-Raka lain membuka mata hatinya lebar-lebar, ada banyak generasi di bawahnya yang akan meniru perbuatannya hingga membuat hati orang lain terluka tanpa sadar. Akan ada tradisi dosa turun temurun. Akan ada penghalalan suatu bentuk keharaman akibat kebiasaan yang tak lagi di anggap asing.
Karena pacaran itu haram, apapun bentuknya, apapun namanya. Karena hanya ada pernikahan yang menjadi solusi yang Allah siapkan untuk para hambaNya untuk mencurahkan segala kebutuhan lahir dan bathin manusia pada lawan jenisnya.
Allahua’lam.
27 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar