Betapa sulitnya kita menahan amarah, betapa tak mudahnya mempraktekkan sifat sabar. Banyak orang yang menguasai teori kesabaran tapi tak banyak yang mampu mengaplikasikannya dalam keseharian. Bisa jadi di antara orang-orang tersebut adalah saya. Untuk itu, hari ini saya ingin membuat sedikit catatan lagi sebagai pengingat diri sendiri khususnya dan kawan-kawan sekalian.
Kemarin saya hadir dalam undangan pernikahan seorang kawan. Saya hanya ingin mengambil satu adegan dalam perhelatan sakral tersebut. Yaitu tatkala para undangan mengantri makanan. Saya lihat, mereka begitu sabar menanti dalam antrian untuk mendapatkan makanan yang mereka sukai. Antrian yang saya lihat cukup panjang, tapi saya tak mendengar adanya keluhan yang terlontar. Mungkin saja karena tempatnya cukup kondusif, berada di dalam gedung mewah dan ber-AC. Bisa di bilang cukup nyaman.
Tapi sayangnya, jarang saya melihat kesabaran seperti itu jika kondisi yang di hadapi jauh dari kesan kenyamanan. Misalnya, ketika kita sedang berada di dalam angkot menuju tempat kegiatan. Tak sesuai dengan kenyataan dan terjadilah kemacetan. Perkiraan waktupun jauh melesat, yang tadinya di perkiraan pukul segini harusnya sudah sampai tujuan ternyata masih di jalan karena terjebak kemacetan.
Melihat dua kondisi di atas, terdapat persamaan yaitu sama-sama mengantri untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkan. Tapi sangat berbeda dalam prosesnya. Memang jika di lihat kondisinya sangat bertolak belakang. Jika yang pertama kondisinya sangat kondusif dan tidak dikejar waktu sedangkan yang kedua seperti di kejar waktu.
Jika di telisik maka cara penyelesaian dari kedua kondisi di atas adalah kesabaran. Jika pada kondisi pertama kita bisa sabar karena kondusif, mengapa kita tak bisa membuat kondisi yang kedua pun menjadi kondusif.
Karena kondusif bukan tercipta dari suasana sekitar tapi dari hati kita, dari diri kita. Kenyamanan akan tercipta jika kita bisa membuatnya nyaman bahkan ketika dalam situasi yang tergolong menyebalkan.
Jika saya berkata, bahwa semua hal pasti akan kembali pada Allah termasuk masalah ini. Memng benar yang saya rasakan seperti itu. Kita butuh Allah. Karena semua masalah hanya bisa teratasi jika kita mengingat Allah dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Sedikitlah melembutkan hati untuk mengingatNya bahkan ketika dalam suatu keadaan yang menghimpit. Jika belum percaya dengan teori yang saya katakan, bisa di laksanakan. Memang tak ada kuncinya selain melembutkan hati. Ingatlah Allah, merasai Dia hadir di dekat kita. Hanya orang-orang yang yakin yang bisa membuktikannya. Yakin akan kasih sayang Allah. Yakin akan kuasa Allah. Karena Allah teramat sayang kepada hambaNya. Jangan melulu menuruti hawa nafsu. Minimal berfikirlah dampak buruk yang akan terjadi pada lingkungan sekitar jika menuruti bisikan nafsu. Saya yakin hawa nafsu tak akan bisa menyelesaikan satu masalah pun.
Kita memang bukan makhluk sempurna, tapi bukan juga makhluk yang berhenti untuk mendekati kesempurnaan. Yah, meskipun kita tertatih mendekatiNya, mencapai ridhoNya tapi Allah akan tetap menilai proses kita.
Semoga kita selalu di lindungi dengan sifat kesabaran dalam situasi apapun. Aamiin.
26 Desember 2011
Kemarin saya hadir dalam undangan pernikahan seorang kawan. Saya hanya ingin mengambil satu adegan dalam perhelatan sakral tersebut. Yaitu tatkala para undangan mengantri makanan. Saya lihat, mereka begitu sabar menanti dalam antrian untuk mendapatkan makanan yang mereka sukai. Antrian yang saya lihat cukup panjang, tapi saya tak mendengar adanya keluhan yang terlontar. Mungkin saja karena tempatnya cukup kondusif, berada di dalam gedung mewah dan ber-AC. Bisa di bilang cukup nyaman.
Tapi sayangnya, jarang saya melihat kesabaran seperti itu jika kondisi yang di hadapi jauh dari kesan kenyamanan. Misalnya, ketika kita sedang berada di dalam angkot menuju tempat kegiatan. Tak sesuai dengan kenyataan dan terjadilah kemacetan. Perkiraan waktupun jauh melesat, yang tadinya di perkiraan pukul segini harusnya sudah sampai tujuan ternyata masih di jalan karena terjebak kemacetan.
Melihat dua kondisi di atas, terdapat persamaan yaitu sama-sama mengantri untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkan. Tapi sangat berbeda dalam prosesnya. Memang jika di lihat kondisinya sangat bertolak belakang. Jika yang pertama kondisinya sangat kondusif dan tidak dikejar waktu sedangkan yang kedua seperti di kejar waktu.
Jika di telisik maka cara penyelesaian dari kedua kondisi di atas adalah kesabaran. Jika pada kondisi pertama kita bisa sabar karena kondusif, mengapa kita tak bisa membuat kondisi yang kedua pun menjadi kondusif.
Karena kondusif bukan tercipta dari suasana sekitar tapi dari hati kita, dari diri kita. Kenyamanan akan tercipta jika kita bisa membuatnya nyaman bahkan ketika dalam situasi yang tergolong menyebalkan.
Jika saya berkata, bahwa semua hal pasti akan kembali pada Allah termasuk masalah ini. Memng benar yang saya rasakan seperti itu. Kita butuh Allah. Karena semua masalah hanya bisa teratasi jika kita mengingat Allah dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Sedikitlah melembutkan hati untuk mengingatNya bahkan ketika dalam suatu keadaan yang menghimpit. Jika belum percaya dengan teori yang saya katakan, bisa di laksanakan. Memang tak ada kuncinya selain melembutkan hati. Ingatlah Allah, merasai Dia hadir di dekat kita. Hanya orang-orang yang yakin yang bisa membuktikannya. Yakin akan kasih sayang Allah. Yakin akan kuasa Allah. Karena Allah teramat sayang kepada hambaNya. Jangan melulu menuruti hawa nafsu. Minimal berfikirlah dampak buruk yang akan terjadi pada lingkungan sekitar jika menuruti bisikan nafsu. Saya yakin hawa nafsu tak akan bisa menyelesaikan satu masalah pun.
Kita memang bukan makhluk sempurna, tapi bukan juga makhluk yang berhenti untuk mendekati kesempurnaan. Yah, meskipun kita tertatih mendekatiNya, mencapai ridhoNya tapi Allah akan tetap menilai proses kita.
Semoga kita selalu di lindungi dengan sifat kesabaran dalam situasi apapun. Aamiin.
26 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar