Artikel

Makanan Hati

Menghadiri agenda pengajian pekan ini, sangat menyejukkan hati. Setelah setengah hari bergulat dengan matahari yang bersemangat memancarkan teriknya dan kelelahan yang menerpa tubuh saya. Namun semua itu terbayar oleh materi yang sangat menyentuh. Tentang hati manusia. Hati yang bukan hanya berupa bagian dari anggota tubuh tanpa makna tapi juga sepotong daging yang merupakan panglima bagi seluruh tubuh, di mana ketika hati memerintah kebaikan maka raga akan menurutinya dan sebaliknya. Di dalam hatilah semua perasaan manusia bermuara. Rasa sedih, bahagia, bimbang, yakin dan sebagainya. Dari hati, keimanan terpatri. Iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Rasul Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada hari kiamat dan iman kepada qadha dan qadar. Ketika keyakinan itu terpatri, niscaya akan terpancar akhlak yang baik. Karena hati ibarat teko, akan mengeluarkan sesuatu sama seperti apa yang di masukan kedalamnya. Jika teko di masukan air putih, maka air putih yang akan keluar jika di tuang.

Sebagai panglima, hati membawahi anggota tubuh atau jasad dan akal atau fikiran. Hati, jasad dan akal berperan penting dalam kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan sesama manusia ataupun yang berhubungan dengan Allah Ta’ala. Jika salah satu dari ketiga unsur –selain hati- berkurang, maka tidak akan menimbulkan dampak. Tapi jika hati yang mengalami gangguan atau bahkan mati, maka dapat di pastikan ruhaninya pun akan bermasalah.




Di ceritakan oleh guru saya, bahwa beliau memiliki tetangga, seorang bapak yang tunanetra. Sama halnya dengan manusia lainnya bapak tersebut memiliki tiga unsur yaitu jasad, hati dan akal. Secara jasadiyah, bapak tersebut memiliki kekurangan yang bisa jadi dapat ia gunakan sebagai alasan untuk mengurangi intensitas ibadahnya kepada Allah. Kenyataannya, kekurangan yang bapak itu miliki tak membuatnya berputus asa untuk meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Tiap ba’da shubuh dan ba’da maghrib, guru saya selalu mendengar ayat suci Al Qur’an yang di lantunkan bapak itu. Subhanallah, dengan hati yang selalu terjaga oleh ketaatan, bahwa kekurangan secara fisik tak mengurangi niatnya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah.

Guru saya bercerita lagi. Ada seorang ustadz, sebut saja ustadz F. Suatu hari ia mengalami kecelakaan yang cukup parah. Karena parahnya, banyak yang mengira bahwa nyawanya tidak akan terselamatkan. Namun Allah memiliki ketentuan lain. Ia menyelamatkan nyawa ustadz F tapi tak seutuhnya. Otaknya mengalami gangguan. Dampaknya ketika ustadz F di ajak berbicara, maka ia akan membalasnya dengan hal lain alias tidak nyambung. Subhanallah, meskipun Allah memberikan kekurangan pada otak ustadz F setelah kecelakaan yang menurut logika, memori yang ada di otaknya pun akan mengalami gangguan tapi itu tidak terjadi pada hafalan Al Qur’an yang di milikinya. Karena kebersihan hati yang dimiliki ustadz F, Allah menjaga hafalan Al Qur’annya.

Betapa hati mampu memimpin jasad dan akal manusia jika hanya Allah dan karena Allah kita berbuat. Hanya hati yang memiliki keimanan kepada Allah yang akan melabuhkan manusia pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Sejenius apapun otak manusia dan sesempurna apapun raga manusia tapi bila hatinya tak beriman kepada Allah, maka apa yang di lakukannya hanyalah sia-sia. Akan banyak kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia yang tak menggunakan hatinya dalam berbuat sesuatu, bukan karena Allah tapi hanya berdasarkan hawa nafsu semata. Karena pada dasarnya kita adalah miliki Allah. Kecantikan, ketampanan, kecerdasan itu hanya aksesoris yang Allah berikan sebagai penyempurna jasad dan otak kita. Kesempurnaan bisa jadi nikmat atau bencana, bergantung bagaimana kita memanfaatkannya.

Dalam sebuah hadits :
Hati ibarat rembulan dan kotorannya bagaikan awan, tak ada rembulan yang tak pernah tertutupi awan.
HR. Bukhari dan Muslim

Hati manusia tak ada yang selamanya suci atau kotor. Hati sangat rentan terhadap noda, tak mengenal baik atau buruk seseorang. Bahkan seorang penjahat pun, di dalam hatinya akan merasakan kegundahan jika ia masih memiliki sebersit keimanan. Tak ada yang mengetahui isi hati kecuali Allah dan kita sendiri. Jika kita sedang mengalami futur atau penurunan kualitas hati kemudian kita menyadarinya segeralah memperbaiki kualitas keimanan dengan lebih menggiatkan ibadah kita. Hanya Allah yang maha membolakbalikan hati, berdoalah selalu kepada Allah untuk memohon ketetapan hati untuk selalu beriman dan dalam ketaatan kepada Allah. InsyaAllah, setan pun tak akan mampu menembus hati yang selalu mengingatNya.

Karena teramat rentannya sebuah hati, dalam sebuah hadits di sebutkan :
Hati ibarat buku kecil yang menempel di ujung daun dan daun itu berada di puncak pohon yang tertiup angin kencang.
HR. Bukhari dan Muslim

Sama seperti tubuh manusia yang membutuhkan makanan, hati sebagai organ terpenting dalam tubuh pun memiliki asupan khusus untuk terus meningkatkan keimanan. Pertama dengan selalu berzikir. Mengingat Allah dalam segala kondisi dan situasi. Bukan hanya di kala susah. Dengan mengingat Allah, hati kita akan tenang. Dengan mengingat Allah, maka Allah akan terus mengingat kita. Kedua dengan membaca Al Qur’an, memahami makna dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, dengan selalu bermuhasabah atau introspeksi diri. Apakah hati kita sedang mengalami penurunan atau tidak. Apakah ada amal-alam kita yang ternodai bukan karena Allah, dan sebagainya. Keempat, dengan memberi sangsi bila tak mencapai target dalam beribadah. Sangsinya pun harus berupa kebaikan. Misalnya ketika hari ini kita tak melaksanakan sholat dhuha seperti biasa, maka kita menggantinya dengan memberikan sedekah kepada yang membutuhkan. Kelima, mencela diri agar tawadhu’. Sesungguhnya pujian hanya untuk Allah, sebagai manusia kita tak boleh menerima pujian karena bisa melalaikan. Dengan pujian, kita akan merasa tinggi hati.

“Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan atau palingkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami rahmatMu, sesungguhnya Engkaulah Dzat yang memberikannya.”
QS. Ali Imran : 8


Allahua’lam


31 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar