Artikel

Dialog Uang Dalam Kotak Amal

“Asyik.. Asyik… aku masuk ke dalam kotak amal.” Goci berteriak senang.

Ia pun langsung berbaur dengan dengan uang-uang lainnya, ada si Sebi (seribu), si Gopi (lima ratus), si Sepu (Sepuluh ribu), si Dopu (dua puluh ribu), si Limbu (lima puluh ribu) dan si Sertu (seratus ribu).

“Hai kawan-kawan. Senangnya bertemu dengan kalian di sini. Ssemoga kita bisa menjadi saksi dari orang-orang yang menaruh kita ke dalam kotak amal ini.” Goci menyapa semua uang di dalam kotak amal bening itu.

Semua uang tersenyum menyambut kedatangan si Goci.

Kotak amal bening yang berada di Masjid Akbar, senantiasa menjadi pemandangan umum para jamaah yang hilir mudik hendak melaksanakan shalat. Keberadaannya di depan pintu masjid sangat strategis, tidak jarang orang-orang dengan senangnya “menitipkan” uangnya ke dalam kotak amal. Tapi ada juga yang enggan atau pura-pura tidak melihat bahwa di depannya ada kotak amal. 

Dan hari ini adalah hari bersejarah bagi Goci. Bukan karena nilainya yang termasuk besar yang ada di dalam kotak amal. Tapi karena si pemilik Goci sebelumnya yang ia tahu bukanlah orang yang tergolong mampu. Hanya si bapak tukang sapu jalanan. Goci sempat melirik wajah bapak itu sebelum memasukkan Goci kedalam kotak amal. Tersirat keikhlasan dalam wajah lugunya. Goci sempat mendengar gumaman bapak itu, “Ya Allah, terimalah sedekahku untuk rumah-Mu, semoga uang ini bisa bermanfaat.”

Sebelum berada di kotak amal dan milik si bapak tukang sapu jalanan, Goci adalah milik orang kaya yang memberikan Goci pada bapak tukang sapu jalanan. Sebagai imbalan karena telah membantu menyapu halaman rumahnya, alasan orang kaya itu memberi.

Dan kejadian itu belum berlangsung lama. Hanya sekitar dua puluh menit sebelum Goci di masukkan kedalam kotak amal, beberapa saat sebelum azan ashar berkumandang. Tapi bapak tukang sapu jalanan itu merasa bahwa uang yang di dapat hari ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya bersama istri dan keempat anaknya yang masih kecil, maka Goci pun langsung berpindah ke kotak amal.

Goci amat terharu. Ia bisa menjadi tabungan kebaikan bagi bapak tukang sapu jalanan. Nilai yang biasanya hanya di berikan dari kantong orang-orang kaya. Tapi kali ini bukan orang kaya yang memasukkan Goci ke kotak amal, hanya orang biasa. Yang mungkin karena ketulusannya bisa menjadi istimewa di hadapan Allah.

Goci ingat. Ketika pemiliknya masih orang kaya, ia berada di dompet pemiliknya dalam waktu lama. Justru yang sering keluar dari dompet adalah si Limbu dan si Sertu. Itupun yang Goci tahu, kawannya itu meninggalkan dompet pemiliknya tatkala Goci dan kawan-kawan berada di pusat perbelanjaan mewah.

Pernah suatu kali, pemiliknya itu pergi ke Masjid Akbar. Saat itu, ia hendak melaksanakan sholat zuhur sehabis makan siang. Seusai sholat ia melirik ada kotak amal bening. Sempat berfikir lama, akhirnya ia merogoh kantong dan menemukan si Sebi. Dan masuklah si Sebi ke kotak amal itu sebagai penghuni.

Meski Goci dan Sebi pernah di miliki oleh orang yang sama sebelumnya, tapi mereka belum pernah berjumpa. Mereka sadar bahwa mereka pernah di miliki oleh orang yang sama justru ketika mereka berjumpa dalam kotak amal, saat mereka berbagi cerita.

“Mungkin karena aku hanya berada di kantong celana sedangkan kau di dompet, jadinya kita tidak pernah bertemu.” Sebi memberikan penjelasan kepada Goci.

“Alhamdulillah kita bertemu di sini ya Sebi. Padahal aku berharap yang memasukkanku ke dalam kotak amal adalah orang kaya itu.” Goci pun menerawang.

“Tidak apa Goci, justru kamu akan menjadi lebih bernilai nanti di akhirat. Karena jumlahmu yang termasuk besar bagi bapak tukang sapu jalanan, tapi tidak menghalanginya untuk memberi yang terbaik untuk agamanya….” Si Limbu dengan bijak menghibur Goci.

“… karena setahuku, jika yang memberikanmu adalah orang kaya itu akan berbeda nilai dalam pandangan Allah.” Limbu menambahkan.

“ Loh, emang kenapa ? Bukankah Allah hanya melihat keikhlasan hambaNya dalam memberi ?” Tanya Gopi penasaran.

“Memang benar, keikhlasan adalah yang utama. Tapi di samping itu bagi orang kaya, Goci mungkin tidak seberapa berharga dan orang kaya itu pasti punya banyak uang senilai Goci bahkan yang nilainya jauh lebih besar. Tapi bagi yang tidak mampu, mungkin Goci bisa jarang ia temui. Atau bahkan jika punya pun pasti sangat berharga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.” Ujar Limbu.

“…. Makanya Allah menilai usaha orang yang tidak mampu, lebih besar ketika beramal dengan jumlah yang sama dengan apa yang di berikan oleh orang kaya. Karena alasan tersebut.” Sertu menambahkan penjelasan dari Limbu.

“Benar… benar… benar.” Dopi dan Gopi tersenyum.

“Iya kawan-kawan. Mungkin jumlahku termasuk kecil bagi orang kaya, tapi ternyata tidak semua orang kaya mau memasukkanku ke dalam sini.” Goci terlihat senang.

“Siapapun yang memasukkan kita ke dalam kotak amal ini, semoga hanya di landasi keikhlasan karena Allah, bukan karena ingin di lihat atau terpaksa.” Kata Sebi.

“Aamiin.” Uang itu serempak berucap.

Dan di sore nan sejuk itu, angin mengiringi langkah si bapak tukang sapu jalanan menyisir setiap jalan di ibu kota dan membersihkannya dari sampah-sampah. Dan uang-uang di kotak amal itu melantunkan doa terbaiknya untuk si bapak.

"Secara fisik bapak itu terlihat miskin, namun hatinya sangat kaya. Ia adalah orang kaya sesungguhnya." Goci berucap lirih.


Rasulullah saw bersabda, “Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham. Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham?” Beliau menjawab, “Ada seseorang yang memiliki dua dirham, lalu mengambil salah satu darinya dan menyedekahkannya. Yang lain, memiliki banyak harta, lalu mengambil darinya seratus ribu dirham saja.” (HR. Ahmad)

24 Februari 2012

Tentang TV

Allahu akbar…. Allahu akbar…..

“Alqa sayang, sudah maghrib tuh. Ayo di matikan TVnya. Kita ke masjid yuk, sholat berjamaah.” Kata ayah Alqa

Alqa yang sedang asyik menonton program kesukaannya, menolak.

“Alqa sholatnya nanti saja yah. Tanggung nih filmnya lagi seru.” Jawab Alqa tanpa menghiraukan ajakan ayahnya.

“Emmm…. Anak ayah kayaknya tidak mau ya di sayang Allah ?”

“Yaa ayah… tapi kan tanggung.” Jawab Alqa sambil merengut.

“Ya sudahlah. Alqa tidak mau di sayang Allah. Ayah saja deh yang di sayang Allah.” Jawab ayah yang kemudian pergi meninggalkan Alqa.

Belum sampai keluar dari pintu rumah. Alqa pun berteriak.

“Ayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah….. Tunggu Alqa.”

Ayah tersenyum. Ayah tau bahwa Alqa tidak akan mau tertinggal. Alqa pun bergegas mengambil sarung dan peci dari kamarnya dan lari mengejar sang ayah.

“Yuk yah. Kita ke masjid.”

Sambil berjalan menuju masjid. Ayah bertanya kepada Alqa.

“Tadi ayah ajak, katanya tanggung. Kok sekarang malah ingin buru-buru ?”

”Alqa cuma tidak ingin tidak di sayang Allah. Kan ayah sama bunda sering bilang sama Alqa. Kalau mau di sayang Allah, kita harus mengikuti perintah Allah dan meninggalkan yang Allah tidak suka. Biar nanti di surga, Alqa bisa bertemu dengan ayah dan bunda. Alqa sayaaaaaaaang banget sama ayah dan bunda.” Jelas Alqa panjang lebar membuat ayah tersenyum sendiri melihat tingkah puteranya.

“Pintar sekali anak ayah. Memang harus seperti itu. Kalau menuruti nonton TV, tidak akan ada habisnya. Semua yang terlihat di dalam TV itu indah, padahal tidak semuanya baik untuk di tonton. Malah sia-sia nanti waktu yang kita punya jika sepanjang waktu hanya menonton TV.”

“Ohh… makanya ayah sama bunda selalu membatasi Alqa untuk menonton ya ? dan selalu ada di samping Alqa saat Alqa menonton ?”

“Benar sayang. Karena ayah sama bunda tidak ingin Alqa terus menerus menonton TV. Ayah dan bunda ingin Alqa bisa bermain sama teman-teman, baca buku, melakukan hal-hal yang Alqa suka. Tidak hanya terpaku diam saja di depan TV. Alqa harus bergerak.”

“Harus bergerak ?” Tanya Alqa heran.

“Iya. Kalau hanya berada di depan TV saja kan Alqa diam, hanya menonton. Sedangkan kita harus bergerak, melakukan sesuatu yang bermanfaat. Membaca Al Qur’an misalnya.”

“Berarti TV itu ada baiknya dan ada buruknya ya yah ?” tanya Alqa polos.

“Iya. Makanya kita harus pintar memilih program yang baik untuk di lihat. Menambah wawasan dan iman bukan justru membuatnya kita lalai kepada Allah. Lalu, usahakan untuk bisa jadi yang di ikuti bukan hanya mengikuti. Jadi yang di tonton bukan hanya menonton. Pastinya dalam hal kebaikan. ”

“Alqa paham yah. Kita wudhu dulu yah.”

Usai berwudhu, mereka langsung masuk ke dalam masjid dan menempati shaf pertama.

“Alqa mau kemana ?” Tanya ayah saat melihat Alqa langsung berdiri setelah selesai sholat tanpa berdo’a.

Alqa langsung menengok.

“Alqa mau pulang yah. Mau lihat lanjutan film yang tadi.” Jawab Alqa.

Ayah menghampiri Alqa sambil berkata.

“Loh ? Baru tadi ayah bilang. Jangan sampai TV membuat kita lalai kepada Allah. Kok malah sekarang Alqa jadi ketergantungan ?”

“Tapi kan yah, sholatnya sudah selesai.” Alqa membela diri.

“Iya benar. Tapi Alqa selesai sholat langsung bangun tanpa berdoa dahulu, tanpa pamit juga sama ayah. Apa Alqa tadi sholat sambil memikirkan film itu ?” Selidik Ayah.

Alqa tersenyum mendengar penuturan ayahnya, seakan tahu apa yang di pikirkannya tadi.

“Ya sudah. Sekarang duduk lagi sini. Jangan lupa berdo’a.”

“Iya yah.”

***
Di perjalanan pulang menuju ke rumah.

"Yah, Alqa pernah dengar kalau TV itu bisa jadi tuhan ke dua." Tanya Alqa.

"Kamu tahu dari mana ?"

"Alqa pernah dengar secara tidak sengaja dari obrolan kakak-kakak di masjid beberapa waktu yang lalu yah."

"Oh gitu." Ayah manggut-manggut.

"Memang bisa di bilang seperti itu."

"Maksudnya yah ?"

"Begini sayang. Seperti yang tadi ayah bilang. Bahwa semua yang ada di TV itu terlihat indah. Dan TV itu media yang paling mudah di akses. Tidak seperti majalah atau internet, acara di TV bisa di lihat secara gratis. Hampir semua orang punya TV. Sayangnya, tidak semua orang bisa memilih mana yang baik atau buruk. Contohnya, ketika ada artis A berpakaian seperti ini, bisa di pastikan akan banyak orang yang mengikutinya. Bukan masalah jika pakaiannya itu sesuai yang di perintahkan Allah. Menjadi masalah jika pakaiannya itu melanggar ketentuan Allah. Karena kita cenderung mengikuti apa yang kita lihat padahal belum tentu benar."

Alqa menyimak penjelasan ayahnya dengan serius.

".... contoh lain misalkan ada suatu program di TV yang menampilkan kekerasan, hal tersebut bisa di tiru oleh anak-anak yang menonton tanpa ada pengawasan dari orangtua...."

"... jadi kalau Alqa mau menonton, harus di dampingi ayah atau bunda. Kalau ada sesuatu yang menurut Alqa ganjil atau tidak baik. Alqa tanya sama ayah atau bunda. Begitu juga kalau Alqa tidak sengaja menonton TV di tempat lain atau tanpa pengawasan ayah bunda. Tidak boleh langsung meniru. "

"Gimana, sudah faham belum ?"

"Sudah yah. Terima kasih ya yah."

"Iya."

22 Februari 2012

Zikir Persembahan

Jika tubuhku diam tanpa gairah
Jika mata ku lelah tak menatap
Jika kaki ku letih tak melangkah
Hanya zikir persembahan kami

Jika hatiku bermuara pada gelisah
Jika fikiranku sejenak tak bermakna
Jika nafasku tersendat noda
Hanya zikir persembahan kami

Dan pada waktu lelahku menyentak
Ribuan riak mengibas setitik hawa
Diamku adalah pertanda
Bahwa sinar sedang temaram

Ini adalah mendaki
Lelahnya, bahagianya dan senyumnya
Bukan untuk kami juga aku
Untuk kita, sebagai hamba
Biar hadir tidak hanya sekedar

Karena aku sekedar buih
Hilang dan tenggelam tersapu gelombang

Dan buih pun mempersembahkan zikirnya
Sebelum ia hilang

Lembutkan Hati Kami

Kami tahu kerasnya batu
Yang jika di sirami lembutnya air akan luruh
Bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun bahkan beratus-ratus tahun

Tapi hati kami bukanlah batu
Tapi mampu keras melebihi batu kali
Yang jika di sirami beribu nasehat
Tak kan luruh meski zaman terus berganti
Atau bumi hanya tinggal mimpi

Hanya dengan timbunan tanah merah hati keras kami membumi
Ampuni kami, Rabbi
Tolong lembutkan hati kami
Sebelum nurani kami mati
Sebelum jasad ini menggamit perut bumi

Rabbi, mudahkan mata kami menangis
Mengingat khilaf kami yang tak tertandingi
Bukan menangis mengingati duniawi

Rabbi, lembutkan hati kami merenungi mati
Lembutkan hati kami mendengar nasehat-Mu Rabbi
Sungguh, hanya Engkau Sang pengenggam hati
Peluk hati kami dalam cinta-Mu

Dalam Buaian Sunyi

Terduduk ia di taman bunga nan sunyi
Berpayung teduh doa-doa yang menggantung
Di sampingnya keyakinan menghempas kegalauan
Ia sendiri dan memang sendiri

Ia hanyut dalam kicauan hening
Kedua matanya terpejam mengiringi takbir hatinya
Siluet wajah lalu lalang di depannya
Dan ia tetap diam terpejam

Entah apa makna diamnya
Sedang suara hanya menjadi fatamogana
Yang ia tahu, diamnya tiada berbisa
Tapi menimbulkan kata, sejuta kata untuk cinta

Dalam maya ia bak mutiara
Dalam nyata bak bidadari terasingkan
Ia terbelenggu mimpi
Dan terus menuai sunyi

19 Februari 2012

Tergantung Niat

Lembayung senja menemani langkah Fatin. Bergegas ia menuju ke jalan besar untuk menunggu angkutan umum yang akan mengantarnya pulang ke rumah.

“Lagi dan lagi, saya sendiri.” Ucap Fatin lirih.

Sambil terus berzikir, ia menatap secara seksama arah datangnya angkutan.

****

Sore itu adalah sore kesekian Fatin hadir sendiri menghadiri pengajian pekanan di rumah Mbak Khaira –guru ngaji Fatin-. Keempat rekannya tidak hadir, Aisyah dan Naura berhalangan hadir sedangkan Rayya dan Naila tidak ada keterangan.

Pukul empat lewat Fatin telah tiba di rumah Mbak Khaira setelah sebelumnya menelpon Aisyah, apakah mengaji atau tidak. Karena Aisyah tidak mendapat kabar apapun dari Mbak Khaira, ia pikir pengajian tetap di adakan. Fatin pun dengan mantap berangkat untuk menuntut ilmu, meskipun hari itu ia merasakan tidak enak badan.

Sesampainya di rumah Mbak Khaira, ternyata belum ada kawan-kawan yang lain.

“Assalamu’alaikum… “ Fatin memberi salam.

Tidak ada yang menyahut, Fatin pun mengulangi salam.

“Assalamu’alaikum… Assalamu’alaikum…”

“Wa’alakumsalam warrahmatullah wabarakatuh.” Terdengar sahutan salam dari arah dalam rumah.

Terlihat kakak Mbak Khaira keluar rumah dan menyambut Fatin.

Dengan tersenyum Fatin langsung bertanya, “Mas, Mbak Khaira nya ada di rumah ?”

“Khaira nya sedang keluar. Tunggu di dalam saja dik.” Jawabnya ramah.

Fatin pun masuk ke dalam ruangan yang memang di sediakan khusus untuk pengajian. Sepi. Hanya ada rak-rak berisi kitab dan buku-buku islam.

Sambil menunggu kawan lainnya, Fatin beranjak mengambil buku dari rak. Ia memilih kisah mengenai para tabi’in wanita. Pelan-pelan ia membaca, hingga tanpa sadar sudah berpuluh-puluh halaman telah di bacanya. Satu jam berlalu sejak ia datang tapi belum ada tanda-tanda bahwa kawannya akan hadir. Hanya kabar Naura yang ia tahu, karena ketika baru sampai rumah Mbak Khaira, Fatin mendapat SMS dari Naura yang mengabarkan jika ia tidak hadir di karenakan sedang tidak enak badan.

Hari semakin beranjak sore. Ternyata Fatin telah menunggu hampir satu setengah jam, tetapi Mbak Khaira belum juga terlihat akan pulang.

Sedang asyik membaca, kakak Mbak Khaira masuk membawakan minuman untuk Fatin.

“Sendiri dik ? Yang lain kemana ?” Tanya Mas Farhan, kakak Mbak Khaira.

“Emm… yang dua izin berhalangan yang dua lagi tidak ada kabarnya.” Jawab Fatin singkat.

“Oh, gitu.. ya sudah di minum dulu tehnya.”

“Makasih mas.”

Mas Farhan tersenyum dan kembali ke dalam rumah.

Fatin larut dalam keasyikan membaca kisah tabi’in wanita. Sungguh patut di jadikan tauladan, bagaimana taat dan shalihnya para wanita zaman dahulu. Mereka hidup setelah zaman sahabat Rasululullah tapi keshalihan mereka tidak berbeda dari para sahabat. Wanita-wanita nan cerdas, selalu haus dalam hal keilmuan. Melayani suami dengan penuh kesetiaan dan ketulusan. Dan mampu mencetak generasi muslim yang tangguh dan bertaqwa. Fatin tersenyum membaca kisah-kisah tersebut. Tak jarang senyumnya mengembang.

“Semoga kelak, aku mampu menjadi seperti mereka.” Ucap Fatin dalam hati.

Tanpa terasa, azan maghrib berkumandang. Mas Farhan tiba-tiba muncul di hadapan Fatin.

“Kayaknya Khaira masih lama nih pulangnya. Apa kamu mau sholat dulu ?”

“Emm… saya sedang tidak sholat mas. Kalau begitu saya pamit saja ya mas.”

Fatin yang sedang asyik membaca, bergegas membereskan buku bacaan dan tasnya. Kemudian langsung pamit pulang.

“Terimakasih ya  mas. Salam saja untuk Mbak Khaira. Assalamu’alaikum.”

“Iya dik, nanti saya sampaikan. Hati-hati ya. Wa’alaikumsalam.”

****
Sepanjang perjalanan, Fatin merasa bimbang. Kenapa Rayya dan Naila tidak ada kabarnya. Apa mungkin mereka sudah tahu jika Mbak Khaira tidak ada di rumah sehingga mereka tidak hadir ? Kenapa mereka tidak memberitahu saya ? Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban itu terus memenuhi otak Fatin.

Ia sempat berfikir, kenapa tadi ia tidak datang saja.

“Astaghfirullah.” Seketika Fatin beristighfar menyadari bahwa keikhlasannya sedang tergadai.

Tak sekali itu saja Fatin hanya hadir sendirian. Dulu, pada awal-awal ia ikut pengajian itu, ia sempat merasa aneh. Karena seringkali ia hadir sedangkan Mbak Khaira tidak ada di tempat, tetapi Mbak Khaira tidak menginformasikan kepada semua muridnya untuk memberitahukan bahwa pengajian pekanan di liburkan. Kemudian, lambat laun Fatin paham. Bahwa maksud Mbak Khaira melakukan seperti itu karena mengajarkan kemandirian kepada muridnya. Meskipun Mbak Khaira sedang berhalangan mengisi pengajian namun pengajian harus tetap di lanjutkan meskipun hanya di hadiri beberapa orang saja.

Setelah mengetahui hal tersebut, Fatin bersyukur karena bisa mengikuti pengajian rutin setelah beberapa  lama vakum. Meskipun bisa di bilang tidak tiap minggu pengajian di lakukan, karena ada saja hal-hal yang membuat pengajian menjadi tertunda atau bahkan tidak di gelar. Tidak adanya orang yang datang selain Fatin, adalah salah satu contohnya.

Tapi dari sana pula, Fatin belajar tentang sebuah keikhlasan dalam menuntut ilmu. Beberapa kali datang dan beberapa kali tidak ada orang tidak membuat Fatin mundur dari ajang para pencari ilmu. Bukan tidak pernah Fatin merasa jengkel karena kondisi tersebut, tapi Fatin berusaha keras untuk berfikir positif dan yakin bahwasanya Allah tidak akan menyia-nyiakan niat baik hambaNya untuk menuntut ilmu.

Fatin kini berusaha untuk meluruskan niat. Apapun yang ia jalani, termasuk mengaji adalah karena Allah. Ada atau tidak adanya orang, semoga tercatat menjadi amal shalihnya. Yakin, bahwa tidak ada yang sia-sia jika kita berniat karena Allah.

Fatin akan terus berusaha memperbaiki setiap niatnya. Walaupun Fatin tahu, bahwa itu tidak mudah. Saat kita sudah berusaha lurus, ada saja halangan untuk membengkokannya. Hanya Allah, tempat Fatin mengadu. Fatin juga tidak ingin hanya karena masalah tersebut lalu hengkang mencari pengajian lainnya. Karena di sana Fatin telah menemukan kenyamanan, Fatin berusaha untuk mencari hikmah dalam setiap peristiwa. Setiap pertemuan pengajian, Fatin usahakan nikmati semaksimal mungkin. Ia serap ilmu yang di berikan Mbak Khaira. Ia juga nikmati kebersamaan persaudaraan dalam lingkaran pengajian. Karena menurut Fatin, berteman dengan orang shalih adalah keharusan untuk membentengi dirinya dari hal-hal buruk. Selain beragam kawan lainnya yang di miliki Fatin tentunya. Sebab teman adalah pencerminan dirinya.

Hari itu, Fatin pun pulang ke rumahnya dengan senyum yang terukir di dalam hatinya.

Dari ‘Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi bahwa ia berkata, “Aku mendengar Umar bin Khattab RA berkata di atas mimbar, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tuju”
(HR. Bukhari)

Nabi SAW mengingatkan: “Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum karena kamubisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium ban wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap“.
(HR.Bukhari dan Muslim)


18 Februari 2012

Menguap Vs Bersin

“Hoaaaaaaammmm…..”. Rasya menguap lebar.

“Aduh, kamu kalo menguap ya di tutup donk dek.”  Protes Sabil pada adiknya.

“Kenapa sih kak ? masalah sepele ajah kok di bikin ribut, aku kan cuma menguap kak.” Tak mau kalah dengan sang kakak, Rasya pun membela diri.

“Ckckck… dek, kamu pernah dengar tidak kalau Allah itu tidak suka dengan menguap?” Tanya Sabil

Dengan rasa heran, Rasya menjawab, “ kayaknya aku pernah dengar deh kak.”

Sabil tersenyum mendekati adiknya yang kebingungan,”zaman sekarang banyak kebiasaan kecil yang luput dari perhatian kaum muslim, masalah kebiasaan yang sebenarnya telah di ajarkan Rasulullah sebagai tauladan terbaik kita, termasuk masalah menguap tadi.”

“Terus kak ?” Tanya Rasya bersemangat.

“Dalam hadits di sebutkan Menguap adalah dari setan, maka jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia menahannya sedapat mungkin 1.” 

“Jadi, walaupun tidak tahan ingin menguap lebar, sebaiknya di tutup gitu kak ?”

“Nah, itu kamu tahu, terus kenapa kamu tidak menutup mulutmu ?”

“Hehehe, aku fikir itu hanya masalah sepele kak.”

“Itu dia, banyak orang tidak memperhatikan masalah ini. Memang telihat sepele tapi dalam islam hal sepele pun sudah diatur dengan sebaik-baiknya. “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya 2.”  Sabil menjelaskan panjang lebar.

“Wuih, serem ya kak, di ketawain ma setan.” Kata Rasya sambil bergidik.

“Iya dek, padahal menurut kakak tidak sulit loh hanya mengangkat tangan dan menutup mulut ketika menguap, tidak melelahkan sama sekali.”Sabil menegaskan.

“Jadi usahakan di mulai dari hal kecil kita memperhatikan prilaku kita supaya elok di pandang orang dan Allah suka itu.” Sabil menambahkan.

“Padahal Rasya juga kalau melihat orang yang menguap lebar di depan banyak orang terus dia tidak menutup mulutnya sampai terlihat semua isi mulutnya kok rasanya gimana gitu kak, tidak enak di lihat, apalagi kalau misalkan sebelumnya dia makan sesuatu yang menimbulkan bau…. Uuuhh… mantap sekali pasti aromanya.” Papar Rasya sambil terkekeh.

“Tuh kan, kamu saja tidak suka melihat orang lain menguap lebar tanpa di tutup, makanya mulai sekarang kamu juga harus merubah kebiasaan burukmu itu.” Kata Sabil menasehati Rasya.

“hhmm… iya ya kak. Aku sampai mikir gimana ya jadinya kalau aku menguap lebar terus tidak aku tutup, eehh ada binatang masuk ke mulutku…” Rasya pun menerawang.

“Hahahahahaha…. Pastinya itu bakal jadi santapan gratis mu dek.” Sabil tertawa lebar.

“Kakak juga jangan tertawa terlalu lebar, nanti ada nyamuk masuk loh.” Rasya tidak mau kalah.

“Uppss.” Sabil pun refleks menutup mulutnya kemudian tersenyum.

“Semakin bangga aku menjadi generasi muslim. Indah banget islam itu ya kak. Sampai hal kecil pun tidak luput dari ajarannya.”

“That’s right my brother.” Jawab Sabil

“Oh iya kak, tadi kakak juga menyebutkan juga tentang bersin. Itu gimana kak ?” Rasya penasaran.

“Iya dek, kalau menguap adalah hal yang Allah tidak suka, makanya harus menahannya sebisa mungkin atau menutup mulut tatkala menguap. Kalau bersin, kita di haruskan mengucapkan hamdalah dan orang yang mendengarnya mendoakan.”

“Baca yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu) ya untuk yang mendengarnya, lalu dibalas lagi oleh yang bersin yahdikumullah (semoga Allah memberikanmu petunjuk). Benar tidak kak ?”

Belum sempat Sabil menjawab, Rasya kembali memberondongnya dengan pertanyaan.

“Kalau ada yang bersin lalu tidak membaca Hamdalah, berarti kita tidak wajib mendoakannya ya kak ?”

“Benar dek baca doanya seperti itu dan memang tidak wajib mendoakan orang bersin yang tidak membaca hamdalah. Ada hadits seperti ini “Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka datanglah, jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah nasihat, jika ia bersin lalu ia mengucapkan alhamdullilah maka doakanlah, jika ia sakit maka jenguklah, jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya 3.” 

“Hmmm….”

 “Kalau sedang sholat lalu bersin gimana kak?”

“Di haruskan pula mengucapkan lafaz hamdalah dek.”

“Kalau orang flu kan biasanya bersin-bersin terus tuh kak. Apa harus terus mengucap hamdalah ?”

“Bersin karena sakit itu beda dek. Untuk pertama kita membaca hamdalah, kalau memang kemudian bersinnya terus menerus yang mengindikasikan flu maka tak wajib terus membaca hamdalah.”

“Oh gitu ya kak.” Jawab Rasya sembari manggut-manggut.

“Jangan lupa ya dek, menutup mulut jika bersin dan menahan suaranya.”

“Pasti donk kak, kalau tidak di tutup mulutnya, bisa-bisa ada banjir kiriman lagi…. Hahahahaha…” Tawa Rasya menggelegar.

“… hahahahahaha…” Sabil pun ikut tertawa mendengar penuturan adik semata wayangnya yang kini telah memasuki jenjang SMP kelas satu.

“Kak, aku mau tanya lagi.”

“Apa dek ?”

“Aku bingung nih. Allah tidak suka orang yang menguap tapi Allah suka bersin. Kenapa bisa begitu kak ?” Tanya Rasya

“Bagus dek. Itu pertanyaan yang bagus sekali. Adik kakak sudah mulai kritis nih.” Puji Sabil kepada adiknya.

“Kakak nih bisa saja. Aku jadi malu…”

“Jawab donk ka pertanyaanku.”

Rasya terlihat tidak sabar mendengar apa yang akan di sampaikan kakaknya yang terpaut usia tujuh tahun dengannnya.

“Singkatnya begini dek… Kalau menguap itu biasanya di sebabkan karena makan yang berlebihan, jadi Allah kurang suka makanya di katakan Allah tidak menyukai menguap. Karena makan berlebihan itu menimbulkan kemalasan dalam beribadah. Dan berlebihan adalah hal yang di sukai setan. Tapi kenyataannya kan, menguap itu tidak hanya karena berlebihan dalam makanan bisa juga karena mengantuk. Jadi sebaiknya tahan sebisanya jika menguap dan menutup mulut.”

“…. Terus kenapa bersin itu di sukai Allah, karena bersin itu dapat menyehatkan badan, menghilangkan keinginan untuk mengenyangkan perut dan membuat semangat untuk beribadah 4.”

Rasya manggut-manggut mendengar penjelasan kakaknya.

“ Sip deh kak. Hari ini aku dapat ilmu baru. Makasih banyak ya kak.”

“Sama-sama Rasya.”

Dan keduanya saling melempar senyum.


1 HR. Muslim
2 HR. Bukhari
3 HR. Muslim

18 Februari 2012

Kenapa Bunda Tidak Bekerja ?

“Bunda, Alqa mau tanya.” Alqa yang baru genap berusia enam tahun memulai percakapan dengan bundanya

“Iya sayang, Alqa mau tanya apa sama bunda ?” Jawab bunda sambil mengelus lembut kepala Alqa yang kini berada di peluknya.

“Kok bunda tidak bekerja seperti bunda Faris atau bundanya Rahman ?” Tanya Alqa menyebut kawan-kawan mainnya sambil menatap wajah bunda.

“Kenapa bunda di rumah saja, hanya mengurus Alqa dan ayah ?”. Belum sempat bunda menjawab, Alqa kembali mengajukan pertanyaan.

Bunda tersenyum dan balik bertanya.

“Memangnya Alqa ingin bunda kerja ?”

“ Emm….. “. Alqa terdiam.

“Alqa mau bunda jadi jarang di rumah ?? Alqa mau, nanti ketika bunda bekerja, Alqa bunda titipkan dengan pengasuh ??” Bunda kembali bertanya.

Di lihatnya wajah putra semata wayangnya tiba-tiba murung. Sejurus kemudian, airmatanya menetes dan memeluk bundanya dengan erat.

Sembari terisak, Alqa menjawab,” tidak bunda, Alqa tidak ingin di tinggal bunda, Alqa juga tidak ingin hanya bersama pengasuh.”

“Anak shalih, diam ya,, kan bunda hanya bertanya. Lagi pula bunda pun tidak ingin meninggalkan jagoan bunda di rumah tanpa pengawasan dari bunda.” Kata-kata bunda seakan menyihir Alqa untuk tersenyum dan mereka pun beradu pandang.

“Gitu donk sayang, senyum kan jadi lebih tampan. Senangnya bunda punya jagoan shalih yang tampan.” Semakin lebar senyum Alqa karena di puji bunda.

“Memangnya ada apa sayang ? kok tiba-tiba bertanya seperti itu ?” Selidik bunda sambil terus mengusap lembut kepala Alqa.

“Emmm….. Alqa hanya bingung, kenapa bundanya Faris dan Rahman bekerja tapi bunda tidak.”

“Begini sayang, bunda memilih menjadi ibu rumah tangga karena Allah menyuruh bunda.”

“Maksudnya bunda ?”

“Iya, bagi seorang wanita, pekerjaan terbaik adalah menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak, suami dan semua hal yang berkaitan dengan rumah. Allah menyuruh kaum wanita untuk tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali hanya untuk sesuatu yang mendesak atau jika terpaksa keluar rumah harus berhati-hati terhadap fitnah yang akan di timbulkan.” Bunda menjelaskan.

“Kalau maksudnya fitnah yang di timbulkan itu apa bunda ?” Alqa bertanya heran.

“Maksudnya, karena wanita itu di ciptakan indah maka semua hal yang melekat pada diri wanita adalah keindahan. Oleh karena itu Allah menyuruh kaum wanita untuk menutup aurat dan tidak berlebih-lebihan dalam berhias diri untuk menghindari fitnah dari kaum lelaki, supaya tidak di ganggu. Selain itu perintah tersebut adalah cerminan kasih sayang Allah kepada kaum wanita supaya lebih di hargai dan mudah di kenal.” Papar bunda.

“Ooh,, gitu ya bunda?”

“Iya sayang.”

“Termasuk alasan bunda berjilbab juga ?”

“Benar, karena bunda ingin di sayang Allah.”

“Kok bisa bunda di sayang Allah ?”

“Karena kalau kita menuruti semua perintah Allah, niscaya Allah akan sayang kepada kita.”

Alqa kini paham kenapa penampilan bundanya terlihat berbeda dengan bunda-bunda kawan sekolahnya yang seringkali berpakaian mini atau berpakaian tapi tetap menampakkan lekuk tubuhnya.

“Oia bunda, kalau bundanya Faris dan Rahman bekerja berarti tidak di sayang Allah ya ? kan tidak menuruti perintah Allah.” Tanya Alqa heran.

Bunda tersenyum.

“Tidak begitu sayang. Kadangkala kita tidak bisa menilai orang lain baik atau buruk hanya karena tidak menuruti perintah Allah. Bisa saja ada sesuatu yang mengharuskan seseorang melakukannya meskipun dalam hatinya ada keterpaksaan.”

“Bunda, Alqa tidak paham dengan kata-kata bunda.”

“Begini sayang. Bundanya Faris dan Rahman itu bekerja karena mereka harus melakukannya. Alqa tau kan jika Faris dan Rahman sudah tidak memiliki ayah ?” Tanya bunda.

“Iya bunda. Lalu ?”

“Karena ayahnya Faris dan Rahman sudah tidak ada, maka sekarang yang harus mencari uang untuk kebutuhan mereka adalah bundanya. Karena ayah Alqa masih ada, maka ayah yang wajib mencari nafkah. Kecuali jika ayah sakit dan tidak bisa bekerja maka mau tidak mau bundalah yang harus bekerja.”

“Tapi bunda, ada kok teman Alqa yang lain, ayah dan bundanya bekerja.” Alqa masih penasaran.

“Bisa jadi kawan Alqa itu kondisi keuangannya tidak sebaik keluarga kita. Jadi dengan terpaksa kedua orangtuanya harus ikut mencari nafkah.”

“Iya juga ya, Alhamdulillah bunda, Alqa juga merasa semua kebutuhan Alqa sudah tercukupi dan bunda selalu ada di samping Alqa. Tapi…..” tanya Alqa menggantung.

“Tapi apa sayang ?” Selidik bunda

“Tapi ada loh bunda, kawan Alqa yang kalau pergi sekolah di antar dan di jemput naik mobil, kedua orangtuanya bekerja. Dan kalau Alqa tanya, dengan siapa dia di rumah jika orangtuanya tidak ada, dia jawab dengan adik dan pembantunya saja.”

Bunda kembali tersenyum.

“Bunda kurang tahu alasan bundanya kawan Alqa itu bekerja. Jika kondisi keuangan sudah baik tapi terus bekerja di tambah suaminya juga memiliki penghasilan yang lebih dari cukup…”

Alqa memotong penjelasan bunda, “Berarti bundanya itu tidak di sayang Allah ya bunda ? kan dia tidak menuruti perintah Allah. Kalau Alqa lihat saja saat dia mengantar kawan Alqa, pakaiannya pendek sekali dan riasannya tebal. Di tambah lagi dia bekerja sedangkan yang Alqa tahu keluarganya tidak mengalami kekurangan uang.”

Belum sempat bunda menjawab pertanyaan sang buah hati, tiba-tiba terdengar azan ashar.

“Sudah azan sayang, yuk kita shalat biar kita di sayang Allah.”

Dengan tertawa riang Alqa menjawab, “Ayo bunda.”

Dan pertanyaan terakhir Alqa seakan menguap bersama kumandang azan ashar.


QS. Al Ahzab : 33
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.


QS. Al Ahzab : 59
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. An Nuur : 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

16 Februari 2012 

Karena Kita Tak Ingin Terpaksa Menikah

Tidak ingin terpaksa menikah. Terpaksa kenapa ?? Ya, terpaksa menikah karena pihak wanita telah berbadan dua, dan pihak laki-laki mau tidak mau menikahi si wanita.

Kenapa bisa berbadan dua ?? Akibat dari pergaulan bebas antar lawan jenis atau zaman sekarang di kenal dengan pacaran. Jika dahulu, laki-laki dan wanita amatlah tinggi rasa malunya maka zaman sekarang rasa malu seperti sudah menguap.

Untuk membuktikkan cinta saja harus dengan berhubungungan layaknya suami istri, jika tidak mau maka di pertanyakanlah kesucian "cinta" nya itu. Atau jika sedang berduaan, maka rayuan syetan pun akan bertambah parah. Jika mengobrol saja sudah biasa, kemudian di lanjutkanlah hal yang "luar biasa". Hasilnya, pernikahan dadakan pun banyak di gelar, takut bertambah besar perut si wanita jika tidak buru-buru. Masalah kesiapan siap atau tidak, pihak pelaku harus siap. Lah, melakukannya saja sudah sangat siap tanpa berfikir panjang apalagi jika harus menikah.

Bersyukur jika berakhir pada pernikahan, tapi amat di sayangkan karena dari banyak berita di media, tidak sedikit bayi-bayi yang di bunuh atau di telantarkan akibat hamil di luar nikah. Na'udzubillah.

Tidak usah berbicara siapa yang salah, siapa yang benar. Yang jelas Allah telah memperingatkan untuk tidak mendekati zina. Hebatnya sekarang zina memang sudah tidak pernah lagi di dekati alias langsung ke sasaran. Menjadikan pacar bak pasangan suami istri yang seluruh jiwa raga adalah mutlak milik sang pacar.

Jangan pula salahkan syetan yang telah membisikkan rayuannya, toh itu memang tugasnya. Tapi kita sebagai muslim yang tata cara hidup kita telah di atur apik sedemikian rupa oleh Allah semestinya mau membuka hati menelaah setiap nasihat. Mendekat kearah kebaikan bukan malah menikmati kesesatan.

Memang ada-ada saja cara syetan menyesatkan. Jika hamil, maka si wanita harus di nikahi maka sekarang ada lagi produk (baca : kondom) yang tadinya hanya di gunakan untuk alat kontrasepsi bagi yang telah menikah menjadi bebas penjualannya. Mungkin untuk menaikkan tingkat penjualan atau ada sesuatu yang tersembunyi di balik itu semua.

Hasilnya, semakin bebaslah pergaulan lawan jenis. Dahulu masih ada rasa takut (mungkin) jika mereka melakukan sesuatu yang di larang, maka kini tidak lagi. Toh, sudah ada "pelindung". Berapa kali pun mereka menjalani hubungan layaknya suami istri, tidak akan terlihat bekasnya.

Tidak berlebihan jika pacaran sangat identik dengan pergaulan bebas. Mungkin tidak semua dan semoga tidak semua. Tapi hal-hal bebas semacam itu tidak akan terendus orang lain kecuali hanya pelaku dan Allah saja yang tau. Hanya Allah, tetapi gumpalan nafsu tidak menghendaki rasa takut kepada Allah untuk timbul dalam hati pelaku dan mengurungkan niat buruknya.

Mereka yang masih berada dalam hubungan pacaran dan menentang tulisan saya dan mengatakan bahwa tidak semua yang berpacaran melakukan hubungan terlarang itu. Saya patut mensyukuri pernyataan itu, dan semoga pula mereka yang menentang, tidak mendekati hal-hal kecil yang juga terlarang yang lambat laun bisa menimbulkan percikan nafsu.

Kepada mereka yang bangga dengan pasangan tidak halalnya. Maka bagi kita yang memilih untuk sendiri sebelum menikah, juga mengumandangkan kebanggaan kita. Kita bangga menjadi tuli akan rayuan syetan, Kita bangga menjaga kesucian meskipun tersisih. Kita yang menjadi jomblo sebelum menikah karena pilihan. Bisa saja kita memilih mengikuti jejak mereka untuk berpacaran, memilih satu di antara mereka yang menyukai kita .Tapi kita lebih suka memilih keridhoan Allah. Lebih suka menyibukkan diri dengan belajar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bukan menyibukkan diri dengan keluh kesah dan air mata di atas label cinta semu.

Kita yang selalu yakin bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan termasuk manusia. Allah yang akan memberi ganjaran indah kepada yang sabar menjaga kesucian. Aamiin.

Allahua'lam

(pengingat bagi kita terutama diri pribadi)

15 Februari 2012

Daur Ulang Keluhan

Kini, daur ulang sampah sedang marak di kampanyekan. Berawal dari sampah atau bisa di bilang barang yang sudah hilang manfaatnya menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat, baik dari segi penggunaannya maupun ekonomi. Semua orang sebetulnya bisa membuatnya, tapi tidak semua orang ingin melakukannya. Karena jika berhubungan dengan kata sampah, maka yang terbersit yang dalam pikiran adalah sesuatu yang kotor, bau dan menjijikkan. Tapi siapa sangka, begitu banyak hasil daur ulang sampah yang membuat orang-orang yang sebelumnya menatap sinis menjadi heran karena setelah di makeover, sampah itu berubah menjadi sesuatu yang indah.

Kepedulian masyarakat untuk mendaur ulang perlu di apresiasi. Selain bisa mengurangi penumpukan sampah yang kian hari bertambah banyak juga bisa membuka peluang usaha dan peluang lapangan pekerjaan.

Tidak mudah mengolah sampah menjadi sesuatu yang berbeda. Hanya orang-orang yang "ingin" yang bisa melakukannya. Ia ingin membuat sesuatu yang berbeda dari biasa. Ia ingin menularkan manfaat untuk sesama dan lingkungan. Ia ingin melatih daya kreatifitasnya dan sebagainya. Jadi hanya di butuhkan modal "ingin" saja untuk terjun ke dunia daur ulang, bukan modal bisa atau tidak.

****

Keluhanpun tidak jauh berbeda dengan sampah. Jika bisa di ibaratkan kebahagiaan adalah barang baru yang masih memiliki manfaat tinggi, sangat di agung-agungkan, maka keluhan adalah ampas dari kebahagiaan yang kemudian berganti menjadi kesedihan.

Ketika bahagia, kita menularkannya kepada orang lain yang efeknya bisa membuat orang lain ikut senang (sehingga termotivasi) atau rendah diri atau iri hati atau sedih (biasanya dalam hati). Karena lumrah jika manusia ingin memiliki kebahagiaan, apalagi jika ia berada dalam kesedihan. Namun alangkah bijaknya jika mampu melihat kondisi seseorang yang di curhati. Sehingga tidak menimbulkan kesedihan yang tersembunyi akibat luapan kebahagiaan yang berlebihan.

Sebaliknya ketika sedih pun, acapkali kita tak segan menularkannya kepada orang lain. Keluhan yang menular, contohnya terdekat bisa kita lihat di jejaring sosial yang mayoritas berisi keluhan, kesedihan dan luapan emosi tak terkendali. Itu yang dapat dilihat secara luas oleh teman-teman. Terlihat sepele, tapi bisa berimbas fatal, jika menjadi keluhan berantai. Yang satu mengeluh yang lain mengompori.

Kenapa kita tidak ambil pelajaran dari proses daur ulang sampah ??

Kita ganti kata sampah menjadi keluhan, lalu kita ganti daur ulang sampah menjadi daur ulang keluhan. Banyak kesamaan di dalamnya. Banyak pula manfaat yang bisa di ambil jika kita sama-sama berusaha mempraktekkannya.

Sama halnya dengan daur ulang sampah, hanya orang-orang yang "ingin" yang bisa mengubah keluhan menjadi sebuah hikmah atau motivasi. Ia ingin dirinya bermanfaat bagi orang lain, ia ingin mensyukuri nikmat Allah tanpa mengeluh berlebihan, ia ingin hanya Allah yang tahu dan tempatnya bersandar dari segala keluhan, ia ingin menjadi berbeda dari orang kebanyakan.

Prosesnya tidak mudah tapi juga tidak sulit. Jika dari dalam hati sudah ada rasa ingin berubah, kemudian berdoalah kepada Allah. Biar Allah yang akan membantu menunjukkan proses ikhtiar dan kita tinggal menjalaninya. Yakin saja, jika kita berusaha melangkah ke arah kebaikan, maka Allah akan membantu.

Jika hasil daur ulang keluhan kita sudah terlihat, maka tanpa sadar segores senyum akan hadir di bibir kita. Senyum yang merupakan cerminan upaya kita memberikan manfaat melalui hikmah dan semangat. Tidak akan sadar bahwa sebenarnya hikmah itu adalah olahan dari keluhan yang kita bentuk sedemikian rupa dengan rasa syukur kepada Allah. Bahwa kita masih bisa berguna untuk orang lain meskipun hanya sekedar untaian nasihat.  Terlebih jika orang lain merasakan "produk" daur ulang keluhan kita, maka hanya ada rasa syukur yang hadir.

Semoga kita bisa mengkampanyekan daur ulang keluhan menjadi semangat atau hikmah agar bisa di tularkan menjadi energi positif. Semoga kita bisa selalu belajar untuk bersyukur atas segala nikmatNya. Aamiin.

Allahua'lam

14 Februari 2012