Artikel

Realita Sahabat

Sahabat Seseorang yang sejatinya bertugas saling mengingatkan, mengajak kepada kebenaran dan mengingatkan jika terdapat kekhilafan. Sahabat yang merupakan cerminan bagi sahabatnya. Jikalau sahabatnya baik, maka baiklah perilakunya dan sebaliknya. Tapi pada kenyataannya, skenario itu tak selalu berpihak pada keinginan kita. Saat kita menyampaikan kebaikan belum tentu akan di respon dengan baik pula.

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)





Sebut saja si K, dia memiliki sahabat yaitu W dan A. Namun W dan A tidak saling mengenal. W dan A memiliki karakter yang sangat berbeda, seratus delapan puluh derajat.

Jika K bertemu atau berhubungan dengan W, maka bisa di pastikan keduanya akan saling mengingatkan. Untuk masalah keislaman, mungkin K lebih baik dari W namun hal itu tak membuatnya merendahkan W yang saat ini masih belajar. K banyak memberikan motivasi kepada W, berbagi ilmu kepadanya. Antusias W dalam belajar membuat K semakin terpacu untuk benar-benar berbagi kemampuan yang di milikinya. K dan W sangat terbuka terhadap kritik yang membangun. Hal itu membuat K merasa menjadi manusia bermanfaat bagi orang lain. K merasa nyaman saat berada di dekat W, menjadi dirinya sendiri tanpa ada rasa kaku di antara mereka.

Di saat K sangat menikmati kedekatannya dengan W. Tapi tidak begitu halnya jika K bertemu dengan A. Hatinya seringkali tak merasa nyaman saat berada dengan A. Tak ada yang salah dengan A, secara pengalaman kehidupan, A jauh lebih banyak. A bahkan pernah jatuh pada lembah hitam. Tak ingin A kembali terjatuh, K selalu mengingatkannya untuk kembali pada Allah. Menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangannya. Sayangnya, A tak pernah mengindahkan setiap nasehat kebaikan yang di sampaikan K. Kini, A bahkan cenderung melakukan kesalahan yang sama seperti lupa akan masa lalu yang membuatnya merasa hampir frustasi. Meskipun merasa tak nyaman jika berada di dekat A, K tak mau meninggalkannya. Kini K hanya mampu berdoa, semoga sahabatnya itu dapat di bukakan pintu hatinya untuk menerima hidayah dari Allah Ta’ala.

Usia W dan A adalah sebaya. Namun tingkat usia tak bisa mengukur sejauh mana sepotong hati dan pikiran mampu menerima kebaikan, bukan dari orang lain tapi dari seorang sahabat. Tatkala K mampu mengajak W kepada hakikat islam sedangkan kepada A tidak berhasil, bahwasanya hal tersebut adalah proses. Kedekatan secara fisik tak menjamin bahwa setiap ajakan kebaikan mampu di terima dengan baik. Sedangkan hidayah adalah hak prerogatif Allah. Bisa saja kita jatuh bangun menyerukan amar ma’ruf nahi munkar, tapi jika Allah belum menghendaki maka hal tersebut menjadi mustahil.


“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
(QS. Al-qoshosh, 56).

Atau jika hati manusia telah buta oleh maksiat, maka setiap nasehat yang di berikan bak hembusan angin yang tak berbekas. Karena tak ada keimanan ketika melakukan maksiat.

Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.”
(HR. Bukhari, hadis 2295 dan Muslim, hadis 86)

Karena sesungguhnya hanya Allah yang memiliki kuasa untuk membolakbalikkan hati hambaNya. Tapi jika kita telah terjerumus ke dalam jurang dosa, bukanlah kuasa Allah. Kita sendirilah yang memilihnya. Allah akan menolong hambaNya jika kita memang ingin di tolong. Perkuatlah hati dengan selalu menyebut namaNya. Semoga kita selalu di berikan kelembutan hati untuk mau menerima segala nasehat kebaikan.

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
(HR.Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim, Tirmidzi)

“Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu”
(HR. Muslim)

“Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 7)


Allahua’lam



16 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar