Artikel

Sabar Yang Tergadai

Hidup adalah perjalanan. Banyak episode ditorehkan semenjak awal tangis kita mengguncang dunia. Episode-episode hidup penuh makna, meski dalam perjalanannya tidak selalu ada kisah indah bertabur bunga.

Oh Allah. Beragam episode hidup kau ciptakan untuk kami, HambaMu. Karena Engkau begitu cinta kepada kami, Kau tidak ingin kami kembali kepadaMu tanpa adanya bekal yang mencukupi. Sungguh Allah, kami sepertinya -mungkin- lebih siap pada perjalanan bertabur bunga daripada perjalanan diatas bara api. Namun tidak seperti itu. Tidak boleh kami seperti itu. Engkaulah sebaik-baik pembuat rencana. Meski kami selalu menganggap bahwa rencana kamilah yang terhebat. 

Allah, sudah beberapa bulan ini hujan enggan turun ke bumi. Bumi tempat kami mengais kasih dan sayangMu. Mentari begitu gagah diatas singgasananya, cahayanya seolah sinaran kasih sayangMu yang teramat dalam. Maaf Allah, kami memohon ampun padaMu. Seringkali kami lalai dan selalu menyalahi anugerah panasMu. Bisa jadi dengan tiada panas, maka banyak ekosistem dibumi tidak berjalan baik. Fotosintesa tidak menjadi sempurna. Tapi disaat yang tidak terduga, Kau menurunkan hujan secara sempurna. Subhanallah Walhamdulillah Allahu Akbar. Sejuk dan basah. Tanah seolah kembali bergairah tersiram air hujan yang seolah tiada henti. Bau hujan seolah memanjakan indera penciuman. Menyejukkan tiada beban. Sekali lagi, Maaf Allah. Sudah hujan Kau turunkan untuk menyirami bumi yang gersang, masih saja kami suka mengumpat menyatakan ketidaksukaan. Menjadi sulit bepergian, repot membawa payung, baju basah, motor sering kotor dan lainnya. Entah itu hanya sekedar bagian buruk dari diri kami atau memang kami yang suka mengeluh.  Rabbighfirlii...

Allah, kami ingin belajar dari tanah. Tanah yang dengan sabarnya, dalam kegersangannya tetap menanti RahmatMu untuk mengairinya. Dengan kesabaran yang tiada berujung. Dengan kesabaran sebagai salah satu hambaMu. Mereka tiada mampu bersuara. Tapi kami yakin, ia senantiasa berzikir padaMu Sang Penciptanya. Atau seperti perumpamaan pantai yang senantiasa menanti datangnya ombak. Tiada pernah risau ia menggugat. Selalu bersabar dalam keheningan bersama gemulai nyiur yang melambai. Ya, memang begitulah diciptakan. Sunnatullah. Sebuah pelajaran hidup untuk bersabar, karena yang ditunggu pasti akan tiba pada waktunya. 

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.” 
(Az Zumar: 10)

“Sesungguhnya Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti ketakutan, ketaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” 
(Al Baqarah: 155)

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(Al Baqarah: 153)

“Amat menakjubkan keadaan orang mu’min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seorangpun melainkan hanya untuk orang mu’min itu belaka. Apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila ia ditimpa musibah, maka iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya.” 
(HR. Muslim)

Berkali-kali Allah menyisipkan tentang sabar dalam Al Qur'anul Karim. Berbagai janji Allah sebagai bentuk balasan bagi orang-orang yang bersabar, karena memang tidak mudah melewati ujian kesabaran. Jika belum bisa, maka bersama-sama kita belajar. Belajar, terus menerus. Hingga pun terjatuh, maka kita akan saling membangkitkan diri karena Allah. Ya, karena Allah. Semua karena Allah. Bismillah. Selamanya kita hanya bisa berusaha. 

Allahua'lam.

Sukses Itu Bermanfaat ??

Membingungkan. Sangat membingungkan. Paling tidak untuk orang seperti saya. Memaknai sebuah kesuksesan. Dimana-mana selalu digambarkan, kesuksesan adalah sebuah pencapaian yang tidak lain ukurannya adalah materi. Ya, materi. Uang, harta benda, tempat tinggal, kenyamanan, berlibur keliling dunia dan lainnya. Entah itu hanya sebuah persepsi yang hadir dari otak saya saja yang lahir dari fenomena sekitar. Tapi tak bisa dipungkiri, kenyataan mayoritas dilapangan seolah membenarkan persepsi saya.

Berbicara kaya, siapa yang tidak ingin kaya. Bahkan manusia yang hartanya sudah bergelimang pun pasti akan berfikir untuk menolak jika ada yang menyodorkan lagi tumpukan harta kepadanya. 

Tidak salah juga jika ukuran kesuksesan adalah materi. Materi yang didapat dengan tidak mudah, mengorbankan seluruh kemampuan, potensi, berderai airmata, perjuangan tanpa henti. Tapi bagaimana jika ada seseorang yang sudah melewati kondisi tersulit dan maksimal untuk meraih materi namun kenyataannya kini, mereka tetap saja dilanda kekurangan harta. Musnah pula makna kesuksesan jika hakikatnya adalah harta. Karena jika sukses selalu saja harus dimaknai dengan yang berbau materi, maka semua orang akan mengejar kesuksesan itu dengan berbagai cara. Yang penting sukses. Dimana letak harapan untuk mencari keberkahan ?

Beberapa kawan, mengajak saya untuk "sukses". Sukses dengan makna seperti diatas. Materi. Bukan saya antipati terhadap materi. Saya hidup pun sedikit banyak memerlukan materi sebagai sarana. Kembali pada sukses, ajakan dari beberapa kawan. Bagaimanapun, saya tidak akan bisa melakukan sesuatu yang hati saya pun tidak menyenangi. Terdengar klise. Seperti itulah. Bagi saya kenyamanan hati, ketenangan adalah segalanya dalam melakukan sesuatu. Walhasil, beberapa kali saya menolak ajakan sukses itu dan tak tahu kenapa, beberapa kawan itu muncul hanya pada saat menawarkan jalan untuk sebuah "kesuksesan". Saat saya menolak, mereka teratur pergi dan menghilang.  Tidak ingin berburuk sangka. Tidak ada yang salah dengan jalan kesuksesan itu -bagi saya yang awam-. Jika tidak sesuai dengan hati nurani dan karena terpaksa, buat apa diteruskan.

Mungkin saya ingin mengganti kata sukses itu dengan kata manfaat. Ya, manfaat. Bagi sesama, seluruhnya. Meskipun lagi lagi saya masih jauh untuk menjangkaunya. Tapi dengan kata manfaat, sedikitnya kita masih akan bisa berguna dengan apa yang kita miliki. Sedikit saja. Lama-lama menjadi bukit. Sedikit saja. Kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Sedikit dan lupakan. Indahnya membayangkan itu. 

Jika membaca berita atau menonton televisi mengenai sosok yang tidak istimewa dari segi fisik, harta atau lainnya, tapi dia memiliki suatu kemanfaatan yang luar biasa bagi orang sekitarnya. Dengan kemampuan yang mungkin tidak dipelajari lewat bangku sekolah atau perguruan tinggi. Tapi sebuah ilmu sederhana yang seketika ilmu itu "meng-kaya-kan" dirinya dengan jurus "berbagi". Amazing. Selalu amazing mata ini jika melihatnya. Terbersit ingin menirunya. Lalu ketika melihat orangtua yang mampu mengantar anaknya menjadi shalih dan berakhlaq baik, itu adalah kesuksesan menurut saya. Sukses yang paling abadi yaitu bekal diakhirat nanti. Dan jika melihat ada seorang penyapu jalanan yang mampu menghadirkan kebersihan karena kerja keras dan ketekunannya, maka itupun adalah kesuksesan. Dan seorang seniman yang dengan karyanya bisa menggugah nurani seseorang untuk bisa lebih mengenal Allah dan sebagai perantaranya untuk melakukan kebaikan, itupun sukses yang sebenarnya. Mungkin banyak lagi kisah sukses lainnya yang berada disekitar, yang tidak hanya patut jika dinilai dari segi materi tapi nurani.

Jurus berbagi dan bermanfaat. Itulah ujung sebuah kesuksesan. Menjadi pelita bagi sekitar. Seorang yang sukses secara materi kemudian dia bisa berbagi dan bermanfaat, itulah yang saya maknai kesuksesan sebenarnya. Yang tulus dari dalam hati. 

Saya belum sukses secara materi. Dengan kemampuan yang saya punya, saya harap saya bisa bermanfaat. Tidak perlu hingga dikenal oleh banyak orang. Cukup dengan sedikit yang saya miliki, bisa menjadi pemberat amal shalih saya kelak. Aamiin. Seperti itu kesuksesan yang saya harapkan. Diantara gelimang kekurangan dan keburukan saya. Karena saya yakin tiap orang dianugerahi kemampuan, saya akan belajar memanfaatkan kemampuan saya untuk berbagi. Sedikit atau banyak, biar Allah yang menilai dan biar Allah yang menjadi saksi.

Allahua'lam