Artikel

Bersama Bintang

Saya ingat salah satu judul lagu band Drive yaitu bersama bintang. Saya memberikan arti tersendiri akan judul tersebut. Bintang, menurut wikipedia adalah benda langit yang memancarkan cahaya. Bagi saya, bintang saya adalah ibu saya dan bersama bintang adalah saat-saat yang paling bahagia dalam hidup saya. Terdengar klise, tapi itulah yang saya rasa.

Menginjak usia dewasa, sudah menjadi fitrah jika sebagai manusia kita memiliki aktifitas lebih banyak di banding pada saat kita masih kecil. Tak jarang aktifitas itu lebih banyak berada di luar rumah, yang secara otomatis akan menyisahkan jejak pertemuan yang jauh berkurang dengan ibunda.

Bagi seorang ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, maka akan sangat terasa sekali manakala melihat anak-anaknya telah beranjak dewasa dan memiliki aktifitas di luar. Ia akan sangat merasa kehilangan sosok anak-anaknya. Meskipun masih tinggal serumah, tapi tidak seperti dahulu. Karena kini kadang kita lebih nyaman berada bersama teman di banding dengan ibu.


****

Saya pun sama memiliki kasus yang sama dan sangat lumrah seperti di atas. Tapi saat ini saya merasa bersalah. Malam ini, yang katanya malam tahun baru. Pergantian tahun 2011 ke 2012.

Sebelumnya saya membuat janji dengan seorang kawan untuk pergi mabit (malam bina iman dan taqwa) kemarin. Tapi entah mengapa semenjak tadi siang, saya merasa bimbang. Namun saya tak memberitahukan kepada teman saya. Kebimbangan saya adalah antara pergi mabit dan tetap di rumah saja bersama ibu. Saya tahu, ibu saya pasti akan sendirian di rumah karena yang lainnya akan ada acara masing-masing.

Kebimbangan itu tetap saya simpan dalam hati, hingga menjelang maghrib saya mendapat sms dari kawan lain yang kebetulan ikut mabit dan sudah tiba di masjid terlebih dahulu, sedang saya masih di rumah. Isi sms tersebut adalah mengabarkan kepada saya bahwa masjid telah penuh. Kemudian saya mericek kabar tersebut dengan menelponnya. Ternyata masjid penuh tapi masih bisa menampung jamaah.

Karena kebimbangan saya telah mencapai titik puncak, saya pun memberitahukannya kepada kawan saya yang sebelumnya berjanji untuk hadir. Alhamdulillah kawan saya tidak keberatan jika acara hari ini di batalkan, karena diapun ingin mengistirahatkan tubuhnya yang semenjak kemarin belum bisa tidur nyenyak.

Sebetulnya ketika kawan saya memberi kabar bahwa di masjid telah penuh, saya telah rapi dan siap berangkat. Tapi mungkin karena Allah mengetahui kebimbangan saya, maka di buatlah skenario tersebut. Saya hanya berprasangka baik. Memang menuntut ilmu itu baik, sebanding dengan pahala berjihad. Tapi setau saya menjaga ibu pun adalah hal yang mulia. Pernah membaca artikel yang isinya kurang lebih adalah jangan sampai kita masih memilikinya tapi tidak bisa mengantarkan kita ke surgaNya. Dia adalah ibu.

Semoga itu memang cara Allah yang di pilihkanNya atas kebimbangan yang saya alami. Semoga Allah meridhoi pilihan saya.


****

Akhirnya saya memilih menghabiskan malam ini di rumah saja. Menemani ibu, walaupun kini ia sedang tidur tapi saya bahagia masih bisa menemaninya. Saya pun belum lama merasakan bahagia seperti ini, bahagia dengan hanya berdua saja dengan ibu. Bercanda, bercerita. Sebelumnya saya masih memiliki keras hati dan lebih memilih bermain daripada berada di rumah. Alhamdulillah, Allah memberikan penyadaran kepada saya.

Oia, sebelum ibu saya tidur, saya sempat bertanya sesuatu. Begini tanya saya, " bu, jika sedang sendiri apa ibu merasa sedih atau merasakan sesuatu ?? ". Ibu saya tidak menjawab. Kemudian saya bertanya, " ibu suka merasa tidak di sayang ya ?". Ibu saya tetap tidak menjawab dan hanya tersenyum. Tapi senyum itu sudah merupakan jawaban yang sangat cukup untuk bisa membuat saya terhenyak. Betapa kita sering menganggap senyum ibu kita adalah kebahagiaan padahal belum tentu. Tatkala ia tersenyum, bisa saja itu adalah bias dari kesedihan yang ia sembunyikan. Astaghfirullah, betapa saya lalai untuk hanya mengartikan senyumnya selama ini.

Ibu yang tidak pernah sedikitpun mengungkapkan kekecewaannya tatkala kita meninggalkannya dengan alasan berbagai urusan. Ibu yang tidak rela ketika kita sakit sedikitpun, tak akan bisa ia tidur. Bahkan ketika kita sedang bersenang-senang, ada seorang wanita yang kini sudah mulai menua sedang di rundung ke khawatiran akan keadaan anaknya di luar sana. Ia adalah ibu.

Seorang ibu, sama saja dengan manusia lainnya. Sepandai-pandainya ia menyimpan sejuta rasa, tak pernah ia mengabarkan pada dunia bahwa ia sedang sedih, gelisah atau marah. Tapi kita tak akan pernah tahu bagaimana isi hatinya jika kita tak pernah menyentuh hatinya. Berbicara dari hati ke hati.

Saya jadi teringat, ketika saya meminta izin untuk naik gunung. Beliau mengizinkan meskipun saya tahu di dalam hatinya sangat terasa berat memberikan izin. Karena yang beliau tahu, gunung itu berbahaya. Di tambah adanya berbagai macam kejadian mengerikan yang terjadi di gunung. Tapi untuk yang satu itu saya agak bebal, karena memang saya sangat menyukai hal itu. Jadi saya harus bisa memberikan pengertian yang lebih kepada ibu saya, guna meredam kekhawatirannya.

Saya hanya berharap bisa maksimal menemani ibu saya semampu saya hingga nanti saya harus benar-benar meninggalkannya ketika saya menikah.

Semoga Allah senantiasa menemani ibu saya dimanapun beliau berada dan memberikan beliau perlindungan dari hal-hal yang buruk.

Semoga kita selalu di berikan kelembutan hati untuk tetap memperhatikan keadaan ibu dan peka terhadap apa yang di rasakannya.

Allahua'lam

31 Desember 2011
(Satu jam sebelum kalender masehi berganti angka menjadi 2012, di pojok kamar bersebelahan dengan ibu saya yang sedang terlelap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar