Artikel

Antara Bapak Pencopet, Keheningan Dan Keyakinan

Hari ini kembali ngebolang (bukan ke alam bebas, tapi silaturrahim ke tempat kawan) sepulang kerja di kawasan Rawasari.

Ba'da maghrib bertarung melawan amarah. Bagaimana tidak, menaiki metromini 47 yang berjubel dan macet. Alhamdulillah saya terbiasa dengan hal itu dan Alhamdulillah saya tidak di kejar waktu (sedari dulu, saya menghindari untuk merasa bahwa diri di kejar waktu, karena saya yakin ketidaksabaran dan amarah bisa muncul dari sana, jadi saya mencoba untuk enjoy dalam tiap kegiatan saya meskipun tidak nyaman).

Wah, ternyata tidak hanya penumpang asli yang naik metromini ini. Ada juga siluman di dalamnya alias copet. Hmm,, gelagatnya sudah tercium oleh saya, dengan menggunakan modus, tas gemblok di taruh di depan badan dengan satu tangan berpegangan dan satu lainnya untuk beraksi dan di taruh di bawah tas sehingga penumpang tidak menyadari. Parahnya walaupun sudah mengetahui gelagatnya, tapi saya masih saja kena. Saya juga menaruh tas di depan badan dan posisi saya berhadapan dengan bapak copet itu. Saya sudah waspada dengan selalu menatap sinis pada copet itu tetapi ternyata ia tak acuh dan tangannya beraksi membuka resleting tas saya. Sumpah, tidak sadar. Ternyata kantung depan tas sudah terbuka sedikit resletingnya. Padahal sudah saya goyang-goyangkan tas saya biar jika ia memegang tas saya maka saya merasakan ada sesuatu. Alhamdulillah, tidak ada barang berharga yan saya taruh di kantung itu.


Aksi copet itu terhambat karena ada penumpang yang ingin turun. Dan otomatis merubah posisi saya berdiri sehingga agak menjauh dengan copet itu. Mengetahui bahwa aksi yang di lakukannya kepada saya gagal, maka ia lagi dengan penumpang lain. Yaitu kepada seorang yang berdiri di depan itu dan hendak turun itu. Tas yang di kenakan wanita itu (yang ingin turun) tempat membuka resletingnya berada di belakang. Saya kembali mengamati gelagat si copet yang sepertinya menemukan mangsa baru. Sambil tangannya yang berada dibalik tasnya itu mencoba mencari celah, dengan agak takut, saya pun refleks mencolek bahu mbak itu dan berkata  "Mbak hati-hati, tasnya di kedepanin ajah". Mungkin mbak itu terkejut dan tepat saya bicara juga bersamaan dengan metromini berhenti, jadi ia langsung turun dan di ikuti dengan pencopet itu. Setelah itu saya tak tahu apa yang terjadi, semoga mbak itu dan orang-orang di lindungin dari gangguan copet-copet. Aamiin. Saya pun harus lebih peka dan hati-hati dari gangguan setan jalanan tersebut.

Selepas copet itu turun saya agak tenang. Tinggal saya yang kini bingung karena belum tahu dimana saya akan turun di lokasi yang sebelumnya telah di sebutkan kawan saya (saya belum pernah ke daerah ini), Alhamdulillah sebelumnya saya sudah titip pesan pada pak kondektur. Tepat di tempat yang kawan saya instruksikan untuk turun itulah, pak kondektur berteriak, "Pasaaaar Rawasari, pasaaar Rawasari ". Saya pun langsung turun karena di tempat itu juga terlihat kawan saya yang sedang menunggu saya.

Berjalan melewati malam yang basah, memang seharian ini rahmat Allah terus bercucuran. Kawan saya mampir untuk membeli lauk untuk makan malam kami yaitu sate dan sop kambing (padahal sebenarnya sudah makan, tak apalah namanya juga rezeki).

Menuju kosan kawan, bertemu kembali dengan suasana hening. Sepertinya sudah lama saya tidak menemukan suasana hening seperti ini, terakhir saya rasakan seperti ini yaitu ketika naik gunung Guntur di daerah Garut.

Suasana kamar kawan juga tak jauh berbeda, sunyi sekali. Terasa amazing berada di sana, karena tempat tinggal saya berada dalam lingkungan yang penuh dengan keramaian sedangkan saya suka sekali suasana hening seperti ini. Saking takjubnya, kawan saya sampai berkata " Lo ngekos di sini saja ting (panggilan saya)". Tapi memang tidak semudah itu. Meskipun suasana di tempat kos kawan saya adalah sesuatu yang selalu saya rindukan. Jika saya menuruti hawa nafsu, pasti saya sudah  melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan diri saya meskipun bisa menyakiti perasaan keluarga saya. Termasuk untuk Kos.  Karena saya fikir, lebih baik uangnya di berikan kepada ibu saya di banding saya harus hidup mandiri, meskipun dalam hati sangat ingin. Saya yakin, Allah menyiapkan hal indah untuk saya bahkan dalam situasi yang bukan merupakan keinginan saya. Saya fikir sabarkan diri saja.

Bertemu kawan yang lama tak berjumpa, maka terjalin berderet-deret cerita mulai dari A sampai Z. Yang berbicara mengenai kabar hingga mimpi masa depan.

Ada yang saya suka dari kawan satu ini. Ia tergolong makhluk berkeyakinan tinggi yang saya kenal. Dulu ketika masih SMP menjelang SMA, secara materi dia tak memiliki kemampuan untuk meneruskan sekolah. Karena ia berasal dari keluarga kurang mampu. Tapi dengan keyakinan yang luar biasa dia mampu memangkas kata tidak mungkin menjadi mungkin. Pimpinan di tempat ibunya bekerja menawarkan ia untuk meneruskan sekolah hingga selesai  kemudian tinggal bersama. Dan di sekolah itulah kami bertemu.

Setelah lulus sekolah, ia pun di suruh untuk meneruskan pendidikan di bangku kuliah. Sayangnya di tengah perkuliahan ada permasalahan antara dia dan pimpinan ibunya sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Statusnya untuk sekarang adalah cuti, semoga bisa di lanjutkan kembali.

Jika sebelumnya kawan saya tinggal bersama pimpinan ibunya maka akibat permasalahan itu, ia harus berusaha sendiri untuk membiayai kehidupannya dan tinggal di kos. Beberapa macam jenis pekerjaan sudah di lakoni. Yang paling membuat saya terkesan, kawan saya adalah sosok yang tak pernah malu dalam mencari nafkah. Menjadi penjual permen di buskota pernah di lakoninya, hebat menurut saya. Karena saya sendiri belum tentu bisa melakukannya. Beberapa waktu kemudian ia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dan pengalamannya sebagai pedagang permen yang harus berpindah dari satu bus ke bus lainnya adalah salah satu pengalaman yang berharga pula baginya.

Itulah sekelumit kisah dari seorang kawan yang menurut saya bisa di jadikan teladan dari beberapa sifat baiknya. Keyakinannya akan rezeki yang Allah titipkan, kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain (tak salah jika kini sedang belajar marketing) dan kecerdasannya. Meskipun manusia tak ada yang sempurna. Dengan kelebihan yang di milikinya bisa saya gunakan dan praktekkan untuk menutupi kekurangan yang saya miliki.

Oia, saya pun sempat bertanya kepadanya di antara kekurangan yang saya miliki, apa ada kelebihan saya. Dia menjawab bahwa kelebihan saya adalah bisa menulis dan membuat kerajinan. Alhamdulillah, saya masih harus bersyukur atas kelebihan yang saya miliki dan tidak terpaku pada kekurangan saya. Semoga saya bisa mengoptimalkannya.

Saya fikir, perlu juga bertanya pada kawan-kawan apa kelebihan kita. Jika selama ini kita bertanya apa kekurangan kita supaya bisa menghilangkan atau mengurangi sifat minus kita, baiknya kita juga tahu kelebihan kita agar lebih berkembang dan tersenyum bahwa kita tidak di ciptakan sia-sia. Karena Allah pasti menyelipkan sebongkah potensi pada masing-masing hambaNya untuk bekal mengumpulkan pundi-pundi berkah di muka bumi.

Di malam ini saya mendapatkan banyak pelajaran, dari sudut kota yang sunyi.

(mengenang malam 10 Januari 2012)


12 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar