Galau. Galau. Galau. Itulah yang saya rasakan beberapa hari ini. Bukan karena cinta pastinya. Mungkin masalah yang standar yang biasa di alami oleh beberapa orang. Saya galau akan pekerjaan. Ketika mendapat pekerjaan baru yang saya fikir lebih menantang, justru saya di hadapkan pada ketidakenakan untuk meninggalkan pekerjaan lama. Padahal pekerjaan baru ini, sudah saya inginkan sekian lama. Merasa tidak enak karena bagaimana dengan semua pekerjaan yang “mungkin” akan terbengkalai. Terlebih saya sudah lama bekerja di tempat lama dan saya yang menghandle beberapa pekerjaan penting. Jika saya berfokus pada pekerjaan lama, saya tidak akan menemukan sesuatu yang baru yang bisa jadi ada banyak ladang pembelajaran untuk saya. Jika di fikir-fikir, keduanya ada kelebihan dan kekurangan. Tapi toh, kita harus tetap memilih. Jika saya berfikir kenyamanan, maka di tempat lama jauh lebih nyaman karena tidak perlu repot-repot beradaptasi ulang, tidak usah belajar lagi dan sebagainya.
Seperti kata teman, kalau kita terus memikirkan pekerjaan lama sedang pekerjaan baru menanti maka tidak akan ada habisnya. Maju saja. Bukan bermaksud mengabaikan, toh nanti akan ada orang-orang baru yang mampu menggantikan.
Sama seperti jika kita terpaku pada kenyamanan saat ini sedangkan di hadapan ada sesuatu yang lebih menantang lalu kita tidak mengambilnya maka tidak akan ada perubahan. Apapun nanti yang terjadi di depan semoga bisa menjadi warna dalam khazanah kehidupan saya.
Yang paling teringat pada masa galau saya kali ini adalah ketika saya merasakan kasih sayang Allah yag teramat sangat. Saat kepala saya seperti mau pecah memikirkan bagaimana pengganti saya nanti di tempat lama dan bagaimana nanti lingkungan di tempat baru apakah lebih baik atau seperti apa, Allah memberikan secercah asa kepada saya. Hari berganti, saya memasrahkan diri. Dan hari berganti, pertolongan Allah terus datang. Selalu saja ada kemudahan. Saya berfikir hingga kepala berat, padahal ada Allah yang mampu memudahkan.
Sering kali saya khilaf ketika di hadapkan pada suatu persoalan. Bukan Allah pertama yang saya sapa. Bukan juga orang tua tempat saya bercerita. Saya malah memutar persoalan sendiri di dalam fikiran yang akhirnya hanya membuat saya pusing dan bingung sendiri. Padahal ridho Allah bergantung pada ridho orangtua. Saya jadi bisa membuat kesimpulan bahwa boleh saja kita menganggap masalah kita teramat besar tapi Allah jauh lebih besar dari itu semua. Allah tidak akan melepaskan hambaNya begitu saja ketika masalah melanda.
Maka nikmat Allah manakah yang kita dustakan ??
Allahua’lam
6 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar