Cring..
Cring..
Bunyi yang
menandakan ada pesan baru diblackberry Maisha. Maisha langsung membuka BBnya
dan ……
“Apaan nih ?
gw ga salah liat ?” Kata Maisha setengah berteriak.
Aku yang
sedang asyik membaca buku pun terkejut.
“Kenapa sih
Sha ? nggagetin aja kamu ?” Tanyaku penasaran.
Maisha
mendekat padaku dan memperlihatkan sebuah foto yang baru saja dikirim oleh
seseorang yang tidak dikenalnya. Foto yang cukup vulgar (menurutku). Foto dua
orang yang berlawanan jenis sedang berciuman. Dan yang membuat Maisha terkejut
adalah lelaki yang ada dalam foto tersebut adalah Kian, pacarnya.
“Aduh Almas,
siapa sih yang ngirim foto ini ke BB gw ?”Maisha yang sebelumnya terlihat
senang karena akan diajak makan malam bersama Kian kini berubah menjadi
seseorang yang mendadak terkena sindrom galau akut. Bingung apa yang harus
dilakukannya. Ia terlanjur sedih.
“Sabar Sha.
Coba kamu cek siapa yang kirim foto itu”. Aku berusaha menenangkan Maisha
perlahan. Maisha menuruti kata-kataku. Ia mengotak-atik BBnya dan mencari-cari
siapa gerangan pembuatnya galau mendadak.
Tubuhnya
melemas,”Al, habis ngirim foto itu, pelakunya langsung nge-delete jadi gue ga
tau siapa yang ngirim”. Terlihat mata Maisha berkaca-kaca, sedetik kemudian
airmatanya langsung bercucuran.
“Huhuhuhu… gue
ga tau gue harus apa. Gue ga tau itu foto bener apa ga. Apa gue harus tanya
langsung ke Kian ?”. Ceracaunya sembari memelukku.
“Gue ga
percaya kalo Kian ngekhianatin gue. Dia sayang banget sama gue, itu yang dia
bilang. Udah dua tahun kita pacaran. Terus, tau-tau gue lihat foto kayak gitu.
Gue bingung. Gue bingung.” Tangisnya semakin kencang dipundakku, membasahi
sebagian jilbabku. Aku berusaha terus menenangkan dan membelai lembut
punggungnya.
Dia melepas
pelukannya, “Gue harus tanya langsung sama Kian. Gue ga boleh begini terus. Gue
ga mau dan ga boleh berprasangka.” Maisha berusaha untuk tegar.
“Bisa jadi foto
itu dikirim oleh seseorang yang tidak menyukai hubungan kalian. Kamu memang
harus bertanya sama Kian. Tapi kamu harus menenangkan dirimu dulu. Kamu jangan
berbicara dengan Kian dalam kondisi seperti ini. Kamu masih terlihat rapuh…”
“…… dan semoga
foto itu hanya sebuah rekayasa dan hubungan kalian baik-baik saja.” Hiburku.
*****
Dua hari
berlalu. Maisha masih tetap dalam kegalauannya. Ia tidak bersemangat melakukan
aktifitasnya. Ditempat kerja –kebetulan kami bekerja ditempat yang sama- ia
selalu melamun. Kawan-kawan lain yang sudah mengetahui kejadian itu berusaha
untuk menghibur tapi belum menunjukkan hasil. Maisha masih terlihat sedih.
Aku mendekati
Maisha, ”Kamu sudah berbicara dengan Kian ?”
Dia menatapku.
“Belum Al, gue
belum siap untuk nanya ke dia.” Tatapannya kosong.
“Kenapa Sha ?
Bukannya kamu ingin kejelasan.”
“Iya. Tapi gue
belum siap kalo ternyata foto itu benar. Gue belum siap kehilangan Kian. Gue
cinta banget sama Kian. Berkali-kali gue menjauh dan berusaha kenal sama cowok
lain. Tapi hati gue selalu ingat Kian.”
“Kamu kenal ga
sama wanita difoto itu ?”
“Kalo ga
salah, itu mantannya Kian. Soalnya dia pernah kasih liat foto mantannya ke gue sebelum
dia bakar.”
“Hhmm… berarti
bisa jadi itu foto lama Sha. Tapi belum tau ya benar atau ga. Dan sekarang yang
jadi pertanyaan, siapa yang ngirim foto itu dan maksudnya apa.”
“Semoga Al.
Gue bener-bener belum bisa nanya hal itu ke Kian. Kita masih komunikasi seperti
biasa. Seperti ga ada masalah.”
Perlahan
Maisha terlihat tenang, meski gurat kegelisahan masih terpancar diwajahnya.
*****
Dua minggu
berlalu. Wajah Maisha kembali bahagia. Ia bersenandung kecil. Saya pun
keheranan melihat perubahan wajahnya. Pasalnya sampai kemarin, dia masih
bermuram durja. Bahkan terlintas dari ucapannya, bahwa ia ingin bunuh diri
saja. Dan semua itu pengaruh dari sebuah foto.
“Ehmm.. si
Eneng, udah senyum-senyum sendiri. Awas loh, nanti kesambet.” Ujarku meledeknya.
Senyum Maisha semakin mengembang.
“Gue udah
nunjukin foto itu ke Kian, dia bilang itu foto lama dia sama mantannya. Dia
juga tau siapa yang ngirim. Gue percaya sama Kian, Al….”
“…. Kian
bilang, supaya gue jangan lagi mikirin hal itu. Semua cuma masa lalu.”
“Alhamdulillah..”
Ucapku lirih.
“…. Lantas
bagaimana dengan rencana pernikahanmu dengan Kian ?” Aku teringat dengan
ucapannya dua bulan yang lalu.
“Mungkin belum
dalam waktu dekat ini Al.” Kami masih mengumpulkan tabungan untuk rumah tangga
kami kelak.
*****
Cerita diatas
adalah fakta. Meskipun nama para tokoh, saya samarkan. Mungkin dari kita banyak
yang tahu mengenai cerita diatas, karena sebenarnya masalah tersebut sangat
sering terjadi. Atau bahkan ada sebagian dari kita yang pernah mengalaminya.
Saya
menjulukinya, Love is blind. Yup,
cinta itu buta. Dan dimulai dengan status pacaran. Banyak kisah cinta buta
dalam lingkaran pacaran. Salah satunya adalah yang saya tuliskan diatas.
Lalu, mengapa
saya menuliskannya dan apa makna yang tersirat didalamnya ?
Mungkin cerita
diatas begitu sepele, tapi ternyata bagi saya menyimpan makna yang besar. Makna
yang menjadi pembelajaran bagi diri pribadi.
Ketika Maisha
menyatakan dia sangat mencintai Kian, sungguh itu adalah benar-benar cinta.
Meskipun saya sendiri tidak tahu, jenis cinta apa yang bisa membuat seseorang
tampak begitu lemah. Karena yang saya tau, jika kita mencintai (karena Allah)
maka kekuatanlah yang akan terus menghampiri. Kebahagiaan yang hakiki.
Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Cinta yang tumbuh karena
adanya sikap saling mengekalkan cinta itu sendiri. Yang karena cinta tersebut
menjadi alasan untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Dan yang saya tahu,
cinta seperti itu hanya ada setelah ikatan pernikahan. Bukan cinta yang datang dan membaikkan semua keburukan dan memburukkan semua kebaikan. Meski semua jelas terlihat didepan mata.
Kelemahan
“cinta” pada hubungan pacaran adalah kita hanya menilai bahwa ia akan selalu
baik selama ia berstatus pacar. Terlepas bagaimana sifatnya. Baik atau buruk.
Jika “cinta” sudah menyemai didalam hati para pelaku pacaran, maka apapun yang
dilakukan pacarnya, tidak akan pernah terlihat salah atau buruk selama ia masih
menjadi seorang pacar yang “baik”.
Hingga suatu
saat, ada isu perselingkuhan (entah benar atau tidak) maka karena “cinta”
itulah maka kelemahan menjadi seketika muncul. Dunia terasa runtuh. Bunuh diri
seakan mantap menjadi pilihan untuk mengakhiri hidup. Ia sedih bukan karena
pacarnya berselingkuh. Lantas ia berpikir, “Dia sudah membohongi aku, dia bukan
pria yang baik untukku”. Dan memutuskan pacarnya. Kebanyakan tidak seperti itu.
Justru mayoritas akan bertahan pada kebutaan cinta. Menjadi makhluk terlemah,
karena teramat cintanya pada sang pacar. Bahkan ia rela untuk memaafkan sang
pacar, asalkan ia kembali kepelukannya. Padahal jika logika dipergunakan, maka
dengan terbukanya kedok tersebut, menunjukkan bahwa pacarnya bukanlah seseorang
yang baik untuk dipertahankan. Jikalau akhirnya putus, maka kesedihan akan mendera. Ya, karena memakai terlalu banyak perasaan atau hati sebelum waktunya. Dan fikiran yang jernih menjadi terabaikan.
Saya semakin
paham akan hikmahnya mengapa pacaran itu tidak diperbolehkan, apapun labelnya.
Hubungan pacaran yang lama, menyebabkan interaksi antara pelaku. Siapapun tahu.
Cinta datang karena terbiasa. Banyak kenangan indah yang ditorehkan selama
berpacaran. Pacaran, hubungan tanpa ikatan. Hanya sebatas ucapan (istilahnya,
menembak).
Hubungan yang
sudah lama terjalin dan seketika berakhir, tidak mudah diterima bagi pelaku
pacaran. Ya, karena banyaknya kenangan yang sudah melekat dihati, dirasa
seperti kenikmatan. Yang ketika berakhir akan sangat menyakitkan dan menjadi
tidak rela. Padahal bisa jadi banyak kenangan-kenangan itu berasal dari
pergaulan yang tidak baik. Dan karena kenangan-kenangan itu pula, yang menjadi
penyebab seseorang menjadi terikat kuat pada pacarnya.
Suatu ketika
berjumpa dengan seorang kawan yang telah menikah. Ia menikah tanpa melalui
proses pacaran.
“Sudah hampir
empat tahun usia pernikahan kami. Alhamdulillah. Pernikahan kami tanpa melalui
proses pacaran. Saat itu suami saya yang datang kepada orangtua saya untuk
meminta saya menjadi istrinya. Orangtua saya menyetujuinya. Bismillah, disertai
niat karena Allah dari saya maupun suami, sayapun mengiyakan lamarannya dan
menikah. Dalam perjalanan pernikahan kami, tidak selalu tanpa hambatan. Cekcok
kecil sesekali terjadi. Tetapi kembali pada niat awal kami membangun mahligai
rumah tangga yaitu karena Allah. Apapun yang terjadi tidak menggoyahkan cinta
kami, justru kian hari kami semakin saling mencintai. Cinta yang kami rawat
untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Perjumpaan kami yang tidak lama
sebelum menikah bukan hambatan untuk saling mengenal. Justru setelah menikah,
kami bisa melakukan hubungan pacaran yang bernilai ibadah. Tidak ada kebohongan
yang kami lakukan layaknya orang berpacaran sebelum menikah. Karena jika
seseorang menikah (baik diawali pacaran atau tidak) maka sifat asli pasangannya
akan terungkap. Jadi jika semua kita lakukan dengan niat karena Allah,
InsyaAllah semua menjadi indah dan berbeda. Apapun yang kita lakukan,
semata-mata karena Allah. Dampaknya akan berbeda dengan yang menikah karena
hawa nafsu.”
Sekelumit
kata-kata ringan yang penuh makna. Bisa menjadi pilihan. Cinta karena Allah
yang membuatnya segalanya indah atau cinta karena hawa nafsu yang bisa jadi tidak
akan bertahan lama.
Allahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar