Mengawali
tahun 2012, ada satu harapan dalam hati. Harapan setiap perempuan yang menginginkan
hadirnya seorang pendamping untuk melengkapi kisah hidupnya. Harapan itu pula
yang saya tanam dalam hati. Entah kenapa, ada satu keyakinan dalam diri bahwa
tahun ini saya akan menikah. Meskipun semenjak beberapa tahun sebelumnya, rasa “ingin”
menikah itu sudah ada. Ya, ingin menikah. Sebatas ingin karena ada rasa iri
melihat kawan-kawan atau orang lain sudah memiliki pasangan hidup. Yang ada
dalam fikiran saya saat itu menikah adalah bahagia, selamanya. Padahal hidup
berumah tangga berisi warna warni yang tak selalu indah. Yang tak cukup
dibekali oleh rasa “ingin”. Namun rasa ingin tersebut, tidak membuat saya
dipertemukan dengan sang pujaan hati. Saya mengetahuinya sekarang, bisa jadi
pada saat “ingin” itu muncul, tidak ada kesiapan sama sekali. Mungkin jika saat
itu saya dipertemukan dengan pasangan hidup saya, akan banyak ketidakbaikan
yang hadir. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.
Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2012 adalah tahun harapan dengan segenap
jiwa dan hati yang telah terisi kesiapan, tawakkal, istiqomah dan keyakinan. Bagi
saya, tahun ini adalah tahun perjuangan menemukan tambatan hati. Bila tahun-tahun
sebelumnya, saya selalu mengumbar kepada setiap kawan tentang keinginan saya
untuk menikah hanya berdasarkan hawa nafsu, sekarang saya membicarakan tentang
pernikahan dengan kawan-kawan yang memang berkompeten untuk bisa dimintai
pertolongan mencarikan Pria suami untuk saya. Karena saya menikah bukan dengan
proses pacaran tapi ta’aruf. Proses terindah yang pernah ada.
Banyak
kriteria pria yang saya inginkan, yang kebanyakan hanya berdasarkan hawa nafsu
dan terkait duniawi. Sebelum saya menyadari bahwa yang terpenting adalah
keshalihan, sedangkan yang lainnya akan mengikuti. Itu terjadi tatkala
pernikahan itu didasari rasa “ingin”.
Pada pertengahan tahun, saya menjalani proses ta'aruf pertama, saya dibantu oleh seorang kawan sekolah. Pria yang diajukan
adalah kawannya dalam satu organisasi. Pertama kali saya merasakan proses ta’aruf
seutuhnya. Dimulai dengan pertukaran biodata hingga pertemuan. Namun dalam proses
pertama tidak berjalan lancar. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati atau tidak sreg.
Meskipun menurut penilaian kawan saya, pria tersebut baik dan bisa menjadi imam
yang baik. Namun saya tidak berani meneruskan sesuatu yang bertentangan dengan
hati saya. Hati saya seperti menolak, meskipun istikharah telah saya lakukan. Dan
akhirnya, saya memilih untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf tersebut.
Selang
beberapa bulan, mendekati akhir tahun. Saya kembali mencoba proses ta’aruf saya
yang kedua dengan seorang kakak kelas saat saya kuliah sebagai perantara. Pria yang
diajukan merupakan sahabat masa kecilnya hingga kini. Berbekal tawakkal kepada
Allah dan hanya mensyaratkan keshalihan tanpa melihat fisik dan lainnya, saya
memulai proses tersebut. Alhamdulillah, pada proses kali ini saya merasa diri
saya lebih lapang lebih nerimo dan
tidak neko-neko. Ta’aruf pun berjalan lancar sampai ketahap pertemuan. Proses kali
ini terbilang cukup lama. Dari proses pertukaran biodata hingga
pertemuan, memakan waktu beberapa minggu. Waktu yang lama disebabkan karena pihak pria membutuhkan waktu untuk konsultasi dengan kedua orangtuanya. Tapi bagi saya
tidak ada masalah, karena niat saya menikah adalah karena Allah. Saya anggap,
masa menunggu itu adalah saat pembelajaran tentang kesabaran. Setelah pertemuan,
saya masih harus menunggu dengan waktu yang lebih lama dari sebelumnya. Dan tidak
ada kejelasan. Pada saat yang sama, saya mendapat tawaran untuk menjalani
proses ta’aruf dari guru sekolah saya. Saya mengatakan bahwa saya tengah
menjalani proses ta’aruf (meskipun sedang tidak ada kejelasan karena waktu
pengambilan keputusan dari pihak pria terlalu lama). Guru saya berpesan, jika
ta’aruf yang sedang saya jalani tidak berhasil, silahkan hubungi beliau.
Setelah
beberapa bulan ditunggu belum ada jawaban, maka perantara saya mengambil
inisiatif untuk mengakhiri proses ta’aruf ini. Saya pun menerimanya dengan
legowo. Subhanallah, anugerah Allah yang memberikan saya rasa tenang seperti
itu.
Dan
pada proses ta’aruf saya yang ketiga yang juga merupakan ta’aruf saya yang
terakhir, kakak kelas saya sewaktu sekolah menjadi perantara saya. Beliau yang
menggantikan guru saya yang sebelumnya menawarkan ta’aruf. Pria yang diajukan
adalah adik dari guru saya tersebut yang saat itu sedang berada di Mekkah. Pertukaran biodata
dilakukan melalui email. Sama seperti proses sebelumnya, kali inipun saya
jalani dengan lapang dan tawakkal. Saya yakin, jika memang berjodoh, maka Allah
akan memberikan kelancaran dan kemudahan. Dan saya menemuinya dita’aruf kali ini.
Kakak kelas saya adalah sahabat (bahkan sudah seperti saudara) dengan pihak pria. Darinya saya mengetahui tentang karakteristik, fisik, kondisi
keluarga dan sebagainya. Hati saya teramat nyaman saat menjalani proses
tersebut. Sebagai seseorang yang saya kenal berakhlaq baik, saya percaya dengan
apa yang dikatakan kakak kelas saya. Bukankah jika kita ingin melihat sifat
seseorang, lihat dahulu dengan siapa ia berkawan ??
Karena
pria tersebut sedang berada di Mekkah, maka tidak ada pertemuan. Tetapi dari
pihak pria mantap melanjutkan proses ta’aruf, hingga selang sebulan setelah
pertukaran biodata, maka diadakan acara lamaran yang diwakili oleh saudara-saudaranya. Dan
resmilah ia menjadi calon suami saya. Tanggal pernikahan ditentukan dan kami
memutuskan untuk mengadakan walimatul’ursy dengan konsep sesederhana mungkin. Dua minggu
setelah lamaran, pernikahan diadakan dan resmilah kami mendapat gelar baru
dalam kehidupan kami, suami dan istri.
Subhanallah alhamdulillah
Allahuakbar. Proses ta’aruf yang teramat singkat bagi
saya. Hanya satu setengah bulan. Komunikasi hanya dilakukan melalui messenger
dan kami hanya bertemu muka satu kali yaitu sehari sebelum menikah. Sesuatu yang
ajaib juga mengesankan. Kasih sayang Allah yang melingkupi niat baik kami untuk
menyegerakan pernikahan karena Allah. Hanya karena Allah. Setelah beberapa kali
mengalami kegagalan namun bisa kami jadikan sarana pembelajaran sampai akhirnya
kami mendapatkan anugerah yang terindah yaitu pasangan shalih yang InsyaAllah
akan menemani setiap detik kehidupan hingga kelak ke Surga-Nya. Aamiin.
Satu
hal yang tidak pernah saya lupakan adalah keyakinan saya bahwa ditahun 2012
saya akan menikah. Meskipun pada kenyataannya hingga mendekati akhir tahun
belum ada tanda-tanda saya akan menikah. Tapi ternyata, Allah berkehendak lain.
Dengan keyakinan yang terpatri, Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan memberikan
saya pendamping hidup sehari sebelum pergantian tahun. Subhanallah.
Tahun
2012 menjadi tahun berharga untuk saya, tahun yang menakjubkan. Tentang keyakinan
kepada Rabb, tentang kesabaran dalam penantian, tentang ikhtiar yang pantang
menyerah, tentang hati yang lapang menerima segala keputusannya. Dan Allah
memberikan hadiah yang terindah : pasangan hidup yang shalih.
Untuk
mendapatkan pasangan hidup, tidak hanya menunggu tapi harus dijemput. Dekatilah
Allah, mintalah kepadaNya. Perbaiki setiap kekurangan diri, gali ilmu yang
diperlukan. Berusaha terus berusaha disertai niat lurus karena Allah semata.
InsyaAllah, jika saatnya tiba, setelah kita benar-benar siap (menurut Allah)
lahir dan bathin maka jodoh akan datang bagai rizki yang tak pernah diduga
sebelumnya.
29
Juni 2013
Sehari menjelang enam bulan pernikahan kami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar