Artikel

Menapak Jejak Di Curug Nangka

Saya dan Bakul, hari ini akan berangkat ke tempat wisata di kawasan Bogor yaitu Curug Nangka. Setelah dua hari yang lalu, Bakul mengusulkan untuk refreshing kesana. Sebelumnya, kami berdua, belum pernah ada yang mengunjungi tempat tersebut. Tapi Bakul menyuruh saya untuk mencari info diinternet, dan Bakul pun melakukan hal yang sama.

Kami menggunakan transportasi kereta api, saya pilih yang commuter line agar lebih nyaman tanpa ada penghuni kereta yang biasa hilir mudik dikereta ekonomi. Saya menggunakan kereta dengan jadwal keberangkatan pukul 08.00 pagi. Karena kediaman saya jauh dari Bakul, maka saya lebih dahulu naik kereta dari stasiun Kota, sedangkan Bakul menunggu saya di stasiun Tanjung Barat.  Setelah beberapa kali update dimana saya sedang berada, akhirnya Bakul pun bersiap-siap untuk menunggu kereta yang saya tumpangi ketika saya sudah memberitahu bahwa saya telah melewati stasiun Pasar Minggu.

Bakul menunjukkan  kepada saya info transportasi menuju Curug Nangka yang ia dapat dari internet. Kami membacanya bersama, jika dilihat cukup mudah meskipun kami belum terbayang bagaimana angkotnya.

Pukul 09.00 kami tiba di stasiun Bogor. Karena kami ingin memastikan mengenai transportasi menuju Curug Nangka, maka saya pun berinisiatif untuk bertanya di TIC (Tourism Information Center) Bogor yang berada di Taman Topi tepat sebelah stasiun Bogor.

Kami pun bertemu dengan seorang Bapak yang entah namanya siapa. Kami pun mengutarakan maksud kami untuk pergi ke Curug Nangka. Bapak itu bilang, bahwa untuk menuju Curug Nangka dapat menggunakan angkot 02 menuju Bogor Trade Mall (BTM) dengan membayar Rp 2.000,- kemudian di lanjutkan dengan angkot 03 arah Ciapus turun dipertigaan Curug Nangka. Tapi sebelumnya, kita harus memastikan bertanya pada sopir angkot bahwa rute trayeknya melewati Curug Nangka. Tarif angkot menuju curug Nangka adalah Rp 5.000,-.

Tapi Bapak itu juga bilang bahwa Curug Nangka sekarang sudah agak sepi pengunjung karena banyaknya preman dan terdapat suatu kejadian buruk, yaitu meninggalnya seseorang di Curug Nangka akibat tidak mampu menyelamatkan diri ketika hujan turun. Menurut informasi Bapak itu, bahwa di Curug Nangka jika hujan turun maka air akan langsung menggenangi Curug Nangka dan melibas semua yang ada di dekatnya.

Saya masih agak penasaran dengan cerita si Bapak, tapi pada kisah selanjutnya saya akan memberitahu kenapa Bapak itu bisa mengatakan seperti itu.

Si Bapak malah menyarankan saya dan Bakul untuk mengunjungi Curug Luhur yang masih berada pada jalur yang sama setelah Curug Nangka. Atau mengunjungi Curug Cigamea yang lebih bagus dan lebih banyak pengunjungnya.

Seketika kami bingung, kami pun mengucapkan terima kasih banyak kepada di Bapak yang telah sabar meladeni pertanyaan kami.

Hawa di kota Bogor hari itu terasa sangat panas. Setelah keluar dari TIC kami pun berdiskusi sejenak, kami bingun mendadak. Antara rasa khawatir mengenai cerita tentang Curug Nangka atau keinginan untuk mendatanginya. Sebenarnya kami juga berminat untuk ke Curug Luhur atau Cigamea, namun tujuan awal kami adalah Curug Nangka, akhirnya dengan berucap basmalah maka kami memilih Curug Nangka untuk refreshing hari ini.

Kami mengikuti rute transportasi si Bapak, setelah naik angkot 02 hingga BTM yang membutuhkan waktu sekitar lima menit lebih, kami mencari angkot ke arah Ciapus. Ternyata tidak semua angkot ke Ciapus melewati Curug Nangka. Benar kata si Bapak, kami pun mencari angkot yang melewati kawasan Curug Nangka.

Hampir setengah jam kami berada di angkot. Kami tiba di kawasan Curug Nangka sekitar pukul sepuluh lewat. Untuk menuju Curug Nangka masih harus melewati jalanan aspal kurang lebih 1,5 kilometer. Awalnya kami berniat untuk berjalan kaki, namun ada ojek yang mendatangi kami dan menawarkan jasa ojeknya dengan harga Rp 5.000,-. Akhirnya kami luluh dan membatalkan niat kami jalan kaki. Ternyata jalur yang kami lalui lumayan jauh. Melewati jalan panjang beraspal, kemudian rindangnya pinus benar-benar memanjakan mata kami. Sesampainya di loket karcis masuk, kami berhenti sejenak dan membayar HTM sebesar Rp 7.500/orang. Kami melanjutkan perjalanan dengan ojek hingga parkiran.

Dari abang ojek, saya tahu bahwa Bogor bagaikan kota seribu curug. Karena di Bogor banyak sekali curug yang telah resmi dikelola menjadi tempat wisata atau curug yang belum dikelola.

Untuk menuju Curug Nangka hanya di butuhkan waktu sekitar 10 menit dari parkiran.

 Meskipun namanya curug Nangka, namun tidak hanya curug Nangka yang berada di kawasan ini. Tapi juga ada curug Daun dan curug Kawung serta curug-curug kecil lainnya.

Memasuki kawasan curug, saya mengikuti jalan batu berbentuk tangga di sebelah kiri. Di sepanjang jalan saya beberapa tenda yang menyajikan makanan dan minuman ringan.

Dijalan menuju curug Nangka terdapat bebatuan alami berwarna kemerahan diantara hutan pinus yang menambah indah suasana.


Jalan setapak yang kami lewati berada di antara tebing di sebelah kiri dan curug kecil sebelah kanan. Percikan air dari curug-curug kecil yang temui sepanjang jalan, membuat kami berdecak kagum akan ciptaan Allah yang indah. Juga batu berundak sebelum kami mencapai curug selanjutnya. Seperti inilah keindahannya. Sangat alami dan indah. Subhanallah.

Tak lama, kami tiba di sebuah curug yang lebih tinggi dari sebelumnya meskipun tidak terlalu tinggi. Dan setelah kami melihat papan namanya, kami tahu bahwa itu adalah curug Daun. Meskipun tidak terlalu tinggi tapi kontur batu dan jatuhnya air sangat unik dan indah.

Mungkin karena faktor musim panas, maka debit air disemua aliran curug tidak sederas seperti biasa. Bahkan terlihat beberapa aliran air mengering dan hanya memperlihatkan batu-batu kali. Tapi dengan begitu, kita juga bisa melihat bentuk batu yang indah setelah sekian lama terkena guyuran air terjun.


Curug daun
Setelah puas berfoto-foto di curug Daun, kami melanjutkan perjalanan lagi dengan melewati jalan berbatu dan jalan setapak. Dan diakhir perjalanan kami pun tiba di curug yang paling tinggi dikawasan itu yaitu curug Kawung. Curug yang berada diantara tebing-tebing hijau. Di curug Daun pun terlihat hanya satu sisi aliran air. Air jatuh lurus dan membentuk suatu wadah alami yang menjadi tempat untuk berendam para pengunjung. Air di curug tidak terlalu dingin, mungkin karena faktor musim panas.
Curug Kawung

Saya dan Bakul, beristirahat di sebuah batu datar. Kami mengeluarkan perbekalan yang sebelumnya telah di persiapkan Bakul sebelum berangkat.

Terasa ada hawa lain disini. Saya merasakan kenikmatan yang sangat ketika bercengkerama dengan sahabat di alam yang hijau. Kiri kanan kami, terdapat tebing hijau dan batu-batu kali yang besar.

 Setengah jam lebih kami berada di curug Kawung, beberapa orang nampak baru datang ketika kami hendak meninggalkan curug Kawung.

Ada yang unik disana, kita harus berhati-hati mengeluarkan makanan, karena disekitar curug banyak terdapat segerombolan monyet yang akan langsung merampas makanan yang dilihatnya ketika sipemilik makanan itu lengah.

Ada yang terasa aneh. Karena dari info yang kami tahu, bahwa urutan dari bawah adalah curug Nangka, curug Daun dan curug Kawung. Namun yang lebih ramai adalah di curug Kawung, sementara kami tidak menemukan dimana curug Nangka.


Selidik punya selidik, setelah saya kembali berjalan turun saya melihat ada ukiran bertuliskan curug Nangka diatas batu kali. Saya fikir, sepertinya beberapa orang tidak sadar jika ada tulisan itu dan kurang mengetahui letak curug Nangka sebenarnya.

Walaupun sebelum keatas saya melewati jalur yang sama, namun saya pun baru sadar setelah kembali turun. Dekat ukiran curug Nangka ada kawat yang menandakan bahwa disana adalah daerah bahaya yang tidak boleh didekati. Kami pun baru tahu, jika ukiran curug Nangka adalah aliran curug yang mengalir melewati kawat pembatas. Pantas jika curug Nangka seperti tidak terjamah (kembali). Karena letaknya paling bawah dan tersembunyi diantara semak-semak hijau dan merupakan aliran paling bawah jika hujan turun.
Aliran sungai menuju curug nangka
Di bawah jembatan kayu tersebut adalah jalur menuju curug Nangka. Kami sempat nekat untuk turun dan melihat curug Nangka, sebelum ada seseorang yang melarang kami untuk turun karena bahaya jika hujan turun.

Saya teringat akan perkataan Bapak di TIC, bahwa pernah ada korban yang terbawa arus curug Nangka. Saya pun memahami perkataannya. Memang, jika saya lihat sendiri, tidak ada yang berani untuk mendekati curug Nangka. Jika untuk mencapai curug lainnya kita hanya berjalan di jalan setapak di sisi curug, maka untuk mencapai curug Nangka kita harus terjun langsung kebawah, berjalan melewati aliran sungai.

Bahayanya, jika hujan turun maka air akan langsung menenggelamkan semua yang ada di aliran curug Nangka karena untuk kembali keatas cukup jauh. Sedangkan tidak ada jalan pintas yang langsung untuk naik keatas. Kami menduga bahwa tugu memori yang terdapat di atas adalah sebagai penghormatan kepada korban meninggal yang terbawa arus curug Nangka.
Kami mengamati bahwa memang pengunjung disini tidak terlalu banyak seperti dicurug lainnya. Padahal sedang libur nasional. Mungkin pengaruh peristiwa tersebut. Kami juga banyak melihat ada beberapa warung yang sudah tidak beroperasi. Tapi menurut info dari abang ojek, ternyata di curug ini buka hingga 24 jam. Pantas saja, saya melihat orang-orang berdatangan pada sore hari bahkan ada diantara mereka yang membawa peralatan untuk camping.

Di curug Nangka juga bisa dijadikan sebagai tempat camping yang asyik. Dengan lokasi yang tidak jauh dari Ibukota Jakarta dan dengan hawa yang masih asri, kami lihat ada beberapa tenda yang terpasang.

Di curug Nangka, fasilitas kebersihan dan tempat ibadah cukup lengkap. Untuk sekali masuk toilet, dikenakan tarif sebesar Rp 2.000,-.

Sebuah mushola nampak sepi ketika kami akan melaksanakan ibadah sholat zuhur. Mushola berwarna hijau yng sepadan dengan warna alam diluarnya. Mushola itu tidak di lengkapi dengan dinding tertutup. Hanya setinggi setengah badan, seperti mengajak untuk merasakan kenikmatan sholat dialam terbuka. Selesai sholat, kami menikmati makan siang yang kami bawa dari rumah. Hampir seharian kami berada di kawasan curug Nangka.

 Sore hari, setelah selesai melaksanakan sholat ashar, kami hendak pulang. Namun hujan  tiba-tiba turun. Mengingat bahwa kota Bogor adalah kota hujan, maka sudah tidak aneh jika tiap sore hujan turun. Namun setelah agak lama menunggu, sepertinya belum ada tanda-tanda bahwa hujan akan reda. Maka kami memutuskan menerabas hujan dengan menggunakan paying. Satu berdua.

Jika ketika datang berangkat kami diantar abang ojek hingga parkiran, maka ketika pulang kami tidak menemukan adanya abang ojek yang menunggu penumpang. Mungkin karena sedang hujan, fikirku. Akhirnya kami, memutuskan berjalan dibawah guyuran hujan. Bercipratan dengan genangan air, hingga membuat pakaian bawah kami otomatis kebasahan.

Hujan tidak membuat keakraban kami berkurang, sepanjang perjalanan kami banyak bercerita. Sepanjang jalan kenangan.

Kurang lebih tiga puluh menit, kami tiba ditempat awal kami turun angkot. Kami langsung mencari tempat berteduh sambil menunggu angkot yang akan membawa kami kembali ke BTM. Selang beberapa lama, angkot datang. Perjalanan kami hari ini cukup melelahkan juga menyenangkan. Berganti angkot di BTM menuju ke stasiun Bogor, kami kembali naik angkot 02.

Untuk kenyamanan, kami kembali memilih kereta commuter line. Tidak terlalu ramai penumpang dari stasiun Bogor, namun beranjak ke stasiun berikutnya, penumpang lantas memenuhi kereta.

Bakul turun terlebih dahulu di stasiun Tanjung Barat, sedangkan saya lanjut hingga stasiun terakhir.

6 April 2012, Curug Nangka 

3 komentar:

  1. pembahasan yang lengkap mbak.. :D
    curug itu artinya air terjun ya ??

    BalasHapus
  2. Lengkap ya ? lagi belajar nulis soalnya,, :)

    iya air terjun..

    BalasHapus
  3. makasih mbak ulasannya. bermanfaat sekale. hihihi

    BalasHapus