Artikel

Gadis Cantik

Hai kamu gadis cantik
Tingkahmu sangat menarik
Hingga banyak mata melirik
Atau yang mendelik

Hai kamu gadis lucu
Suara merdu mendayu-dayu
Tatapanmu indah seolah merayu
Serasa ingin mengenal lebih jauh

Hai gadis, kau adalah yang terindah
Kau, bukanlah untuk sebuah noktah
Cirimu senada wanita surga
Mungkin kini kau sedang lupa

Kau merajut benang cinta yang rapuh
Sedang hatimu tak sekuat hembusan bayu
Senyummu merekah kala kata cinta dipersembahkan
Teruntuk engkau seorang

Sayang, cinta itu berdiri dijurang nafsu
Kau labuhkan rasa pada setiap pria
Yang kau anggap dia sang pencinta

Kau teramat muda memberi arti pada cinta
Sedang hati kau gadaikan semaunya
Benarkah yang kau rasa ?
Bila cinta mampu bermetamorfosa 
disetiap kedipan mata

Gadis...
Semoga indahmu tetap terjaga
Untuk dia yang seorang yang berhak
Bukan hanya dengan cinta sesaat
Sedang hakikat belum didapat
Karena cinta yang haq
Hanya ada setelah akad

About Love (Again)

Tenang saja, kau pun akan mendapatkan sebuah cinta atau bahkan kau telah memiliki cinta. Bukan hanya sebuah retorika tentang cinta. Perlakuan manja para pecinta pada yang dicinta. Atau sebuah cibiran berbalut halus kata-kata yang sebenarnya menghujam sipenanti cinta. Tiada yang tahu jika tidak menjadi korban. 

Ya, mungkin aku, kau atau mereka kini bermain dalam sinema cinta. Entah sedang berlakon sebagai pemeran utama yang memainkan cerita cinta dengan beragam likunya. Atau berlakon sebagai penanti cinta yang sejati yang entah kapan akan lelah ditunggui. Yang aku yakin, tidak ada yang sia-sia kawan, jika kita berniat ikhlas. Mungkin, ada yang telah kecewa dan menjadikan cinta sebagai tersangka. Oh bukan, cinta tidak pernah salah dan tidak mungkin jadi tersangka. Cinta hanya sebuah objek dan subjeknya adalah pelaku (baca:manusia). Cinta selalu indah, meskipun jalan mendapatkannya memerlukan langkah tertatih, airmata yang kerap mengalir atau do'a yang menjadi bertambah. 

Jika cinta menjadi sebuah beban, maka lepaskanlah saja cinta itu. Karena cinta bukanlah sebuah beban. Jika cinta selalu menghadirkan perasaan was-was tiada terkira, bisa jadi itu adalah sebuah ketakutan akan sesuatu yang berlabel cinta. Jika cinta membuat lalai, mungkin itu adalah benalu disudut qalbu. Ya, itu bukanlah sebuah cinta.

Jangan anggap bahwa kau belum mendapatkan cinta, hanya karena belum ada pasangan yang kerap kau rindui hadir menemanimu saat makan malam. Jangan anggap bahwa kau belum mendapatkan cinta, hanya karena banyak yang berkata,"Anakku ada tiga, anakmu berapa ?". Jangan pula kau anggap, cinta itu hanya sebuah penghambaan manusia kepada manusia lainnya yang diberi nama "kasih sayang". Cinta bukan sebuah penghambaan. 

Cinta selalu hadir pada hatiku, kamu dan mereka. Tidak selalu cinta kita itu nampak. Butiran emosi kadang menampik cinta sebenarnya. Tenang saja. Hati yang naik turun dan cinta yang timbul tenggelam. Itu adalah fitrah. Yang terpenting, ingatkan selalu hati akan cinta itu tidak melanglang teramat jauh. Tanpa cinta, tak akan ada memori indah, tak akan ada hikmah dan cerita.

Fitrahnya manusia ingin dicinta dan ingin mencintai. Ada segumpal rasa yang hendak dikeluarkan, untuk dilabuhkan. Karena Allah Sang Maha Kasih telah menebarkan pada hati manusia sebuah cinta. Juga Allah sisakan satu ruang dalam hati untuk melembutkan diri dan menerima curahan cinta dari manusia lainnya. Meski tidak semua -termasuk saya- menginginkan cinta itu. Karena belum baik waktunya atau akan menimbulkan efek yang tidak baik jika diterima. Cinta bisa menjadi indah, jika dihadirkan pada orang yang tepat, saat yang tepat dan tujuan yang benar. Apa yang kau rasa, tidak selalu benar tidak selalu salah. Biarlah itu menjadi rahasia hatimu dan Tuhanmu. Walau banyak yang berkata menunjuk seolah menghakimi. Hanya kau dan DIA yang tahu.

Oh cinta, dimana-mana ada cinta. Pada media manapun, jika mengangkat berita atau tulisan mengenai cinta (apalagi cinta antar manusia) bisa dipastikan akan menjadi trending topic. Tentu saja seperti itu, baru membaca judulnya saja sudah penasan. About love. Meskipun berita yang diangkat tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya (bisa jadi tulisan ini seperti itu). 

-Segores makna dari sang pencinta-

Sendiri

Kita butuh sendiri untuk merenungi makna diri. Torehan takdir yang kadang tidak diingini. Dan hakikat diri yang masih hitam putih. Kesulitan untuk mewarnai dan tanda tanya yang memenuhi isi hati.

Sendiri untuk menahan sejuta emosi. Jika sedang jengah dengan hiruk pikuk manusia kota atau dentingan nasehat yang mengaburkan, kadangkala kita butuh sendiri. Menyendiri dari bibir yang selalu menuntut untuk didengar dan bibir yang jarang terbuka untuk berbicara, menyendiri untuk telinga yang kerap mendengar dan kadang jarang didengar, menyendiri untuk mata yang selalu melihat kebahagiaan yang sejatinya sedang semu didalam hati.

Kita butuh sendiri. Jika ada makna yang tak mampu terekam kala lalu lalang orang atau suara yang saling bersahutan. Kita butuh sendiri untuk menyelami tentang hakikat diri yang membumi. Apakah masih terbentur pada keengganan merepotkan diri untuk mengulurkan sejumput bantuan bagi mereka yang meminta. Apakah diri ini masih dilekati perasaan was-was tatkala ada kesedihan menggelayut dibalik tirai akibat diri ini. Apakah raga ini sudah cukup memberi arti ditiap inchi bumi.

Kita butuh sendiri untuk belajar menyapa dengan senyum pada sebuah goresan indah takdir Illahi yang tercurah pada diri. Tidak harus selalu indah, jika hanya untuk menyunggingkan seulas senyuman. Tidak juga harus selalu sedih, jika perlahan tawa itu merangsek dan merubah menjadi tangis. Bukan seperti membalikkan kedua telapak tangan. Begitu mudahnya. Tapi ini adalah sebuah proses, seperti pagi yang memulai hari dengan curahan sinar hangat mentari yang perlahan menjadi menyengat seakan ingin membakar, sejurus kemudian sinar itu melembut diiringi kesejukan sore hari yang indah hingga lembayung senja mengikis perlahan sinar mentari dan datanglah sang malam.

Kita butuh sendiri. Untuk mengenang setiap pahatan dosa-dosa dan kekurangan diri yang menggunung. Keterbatasan melakukan keinginan untuk merubah sesuatu pada kebaikan, namun diri masih diliputi sejuta interupsi. Mungkin bisa jadi bukan interupsi tapi ketidakmampuan mengendalikan emosi. Atau keterbatasan pemahaman dan aktualisasi diri. Entah, mungkin alasan atau dibuat menjadi seperti alasan. Apapun itu, sendiri adalah introspeksi.

Kita butuh sendiri. Adakalanya. Karena kemanjaan sering menggelayuti diri. Banyak tangan yang siap terulur. Hingga kita terbuai usapannya dan enggan beranjak jika tidak ada penuntut. Saat ini, mungkin diri ini masih seperti itu. Bergerak jika tersepak. Sedangkan kita tidak selamanya beramai-ramai. Tidak selalu bersama. Tidak selalu bertiga. Tidak selalu berdua.

Kita butuh sendiri. Yang kadang menjadi mendadak penyemangat. Meskipun hati sedang tidak selamat. Atau diri yang menuntut diberi semangat. Sendiri adalah waktu mengumpulkan semangat yang tercecer pada tiap hikmah yang terlewatkan oleh jejak kaki. Karena diri adalah penyemangat paling berarti. Seribu mutiara berkata, tidak akan mampu menembus hati yang pilu dan lemah jika masih tergugu dan terpaku pada bayang hitam.

Kita butuh sendiri untuk merenungi diri. Merenung mengingat mati. Dibawah pekatnya timbunan tanah, hanya sendiri nanti. Mereka, tempat pencurah kasih sayang terdiam dalam tangis. Teman-teman yang mengajak tertawa menjadi tiada. Teman-teman pemberi semangat sudah berbeda dunia. Hal-hal indah tiada lagi direngkuh. Kita butuh sendiri untuk senyum nanti. Dengan amal yang menaungi, dengan cita dihari nanti. Bahwa ridho Illahi menjadi sangat berarti.

Yakin Ada Yang Lebih Baik ??

Sudah lama saya merasakan ketidaknyamanan bekerja di kantor lama saya, hingga suatu hari Allah menakdirkan saya untuk bisa pindah ke tempat kerja baru. Ketidaknyamanan yang berujung alasan : mencari pekerjaan yang lebih baik. Kriteria baik saya saat itu cukup simple, bisa dihargai hasil kerja saya dan mencoba suatu bidang yang belum pernah sekalipun saya tekuni. 

Tapi apakah "lebih baik" itu menyangkut segala aspek ? Lingkungan pekerjaan, rekan kerja, gaji, lokasi kerja dan sebagainya. Sepertinya tidak. Bisa jadi di tempat kerja saya sebelumnya, lokasinya sangat dekat dari rumah. Hanya saja ada beberapa faktor intern yang menyebabkan kita belum bisa menikmati pekerjaan yang bahkan sudah bertahun-tahun ditekuni. 

Kemudian, jika kita dapati lingkungan pekerjaan yang baik, rekan kerja yang hangat tapi dengan gaji yang kecil. Apakah itu bisa menjadi alasan untuk mencari yang lebih baik ? Bisa jadi. Jika memang uang adalah tujuan kita bekerja.

Gaji sudah cukup besar, lingkungan pekerjaan mendukung tapi rekan kerja tidak bisa memenuhi kebutuhan kita akan petemanan, seperti cenderung bersikap ngeboss dan tidak bisa di ajak kerja sama dalam satu tim. Jika ketidaknyaman sudah mencapai titik maksimal, bisa saja kita pindah bekerja dengan harapan akan menemukan yang lebih baik dari sebelumnya.

****

Tiada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna. Jika kita terus menerus mencari "lebih baik" maka tidak akan ada habisnya. Benar, jika manusia harus berusaha ke arah yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas diri. Tapi bukan terfokus pada lingkungan luar diri, tapi "lebih baik" itu hanya ada pada pribadi sendiri. Bukan lingkungan yang akan mengikuti kita tapi kita yang akan mengikuti lingkungan, untuk tahap awal.  

Jalani saja apa yang sedang Allah takdirkan, meskipun sejatinya masih ada saja yang mengganjal dalam hati. Karena bila Allah tidak memberi kebahagiaan disatu sisi, pasti Allah sedang menyiapkannya disisi lain. Tetap jalani sambil terus mengais hikmah. Karena hikmah tidak akan bisa diperoleh jika kita terus berlalu dan tidak sejenak berfikir. 

Tidak yang lebih baik jika tidak ada rasa syukur didalamnya. Menikmatinya dengan syukur. Tidak usah membawa-bawa orang lain ketika masalah menimpa. Tidak perlu membanding-bandingkan si A lebih baik dan saya tidak. Hadapi saja dengan sabar dan tawakkal dan berkeyakinan memang selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Usahakan untuk tidak langsung mengibarkan bendera putih tanda menyerah, sedangkan kita belum berupaya maksimal. Bisa jadi pada saat itu bisa jadi ajang introspeksi diri atas segala kekhilafan. 

Sembunyikan masalah itu dari orang lain dan adukan kepada Allah. Biar saja orang tahu kita hanya memiliki kebahagaiaan hingga bisa menularkannya. Karena orang yang jarang "curhat" belum tentu terbebas dari masalah. Justru bisa jadi lebih parah, hanya dia tidak ingin membeberkannya kepada setiap telinga. 

InsyaAllah, hanya takdir terindahlah yang Allah siapkan kepada hambaNya.

-Belajar memahami tiap skenarioNya-

Buah Kesabaran

Secara tak sengaja Angkasa melihat Embun sedang jalan berdua dengan seorang pria yang seumuran dengannya di sebuah pusat perbelanjaan. Beberapa kali ia mengucek matanya hanya untuk meyakinkan bahwa ia tidak salah lihat. Tampak oleh matanya Embun begitu sumringah berjalan beriring dengan pria itu. Benar, Angkasa tidak salah lihat. Itu benar Embun, saudara sepupunya  yang cukup dekat dengannya. Sayangnya, Embun tidak menyadari kehadiran Angkasa yang saat itu tengah mengamatinya.

Angkasa tidak mengenal siapa pria disamping Embun. Selama ini Angkasa kenal betul siapa saja yang menjadi teman Embun. Mulai dari teman kerja, teman mengaji hingga teman rumahnya. Karena memang rumah Angkasa dan Embun bersebelahan.

Angkasa tidak langsung menyapa Embun seketika itu juga. Ia tidak mau langsung membuat Embun malu jika ia melabraknya langsung. Angkasa berusaha tetap berfikir positif.

***********

Sepulangnya Angkasa dari pusat perbelanjaan, ia terus saja memikirkan apa yang baru saja dilihatnya. Ia seolah tak percaya. Sebelum pulang kerumahnya, Angkasa sengaja mampir kerumah Pakde Ahmad, ayah Embun. 

"Assalamu'alaikum Pakde." Sapa Angkasa.

Pakde Ahmad yang kala itu sedang serius menyelesaikan pekerjaannya sebagai tukang servis elektronik, menoleh. "Wa'alaikumussalaam. Eh kamu Sa. Ayo masuk. Bude-mu sedang membuat pisang goreng kesukaanmu."

"Iya Pakde terimakasih." Kata Angkasa sambil berjalan masuk kedalam rumah Embun.

Didapatinya Bude Fatma sedang sibuk menggoreng di dapur mungilnya. 

"Hmmm... Baunya enak sekali nih Bude. Bikin perut Asa mendadak lapar." Asa mendekati Budenya dan langsung mengambil posisi sejajar disebelahnya.

"Asa, tau saja kamu Bude sedang membuat makanan kesukaanmu. Tuh, ada yang sudah matang dimeja. Kamu ambil saja ya." 

Asa mendekati meja dan mengambil sepotong pisang goreng yang benar-benar menggugah selera dan memakannya dengan lahap.

"Oh iya Bude, Embun kok tidak kelihatan. Dia kemana ?" Tanya Angkasa sambil  mengunyah pisang gorengnya.

"Embun dari tadi siang pergi. Katanya mau cari buku."

"Sama siapa Bude ?"

"Bude tidak tahu Sa. Soalnya dari rumah Embun pergi sendiri dan dia tidak bilang juga kalau mau pergi sama siapa."

Angkasa langsung terdiam.  Dengan siapa Embun tadi. 

**********

Usia Angkasa dan Embun hanya berbeda dua tahun. Sejak kecil mereka bermain bersama. Ayah Embun adalah kakak dari ibu Angkasa. Dari SD hingga SMU sekolah mereka sama. Angkasa ingat zaman SMU adalah masa Embun berhijrah. Waktu itu, Embun kelas 1 SMU dan Angkasa sudah menginjak kelas 3. Angkasa ingat betapa nakalnya Embun saat SMP, dia sudah kenal yang namanya laki-laki. Embun memang memiliki paras yang manis dan perangainya yang mudah bergaul. Jadi tidak heran jika banyak yang tertarik dengannya. Masalahnya Embun masih teramat kecil, pikirannya masih belum jernih. Orangtuanya sering mengingatkan hati-hati bergaul dengan laki-laki, Embun menurut. Tapi jika ada teman lelakinya yang mengajak pergi, ia tidak akan menolak. Itu dilakukannya tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. 

Biasanya, akulah yang sering memergoki Embun berduaan dengan teman lelakinya. Embun seringkali memohon untuk tidak melaporkannya kepada orangtuanya. Embun takut jika ayahnya tahu, maka penyakit jantungnya akan kambuh.

Yang Angkasa heran, Embun tidak pernah sungguh-sungguh memperhatikan penyakit ayahnya. Berkali-kali Angkasa memergoki dan berkali-kali Angkasa selalu menasehati. Tapi Embun hanya bilang iya, iya tidak akan  diulangi. Dan besoknya. Angkasa kembali melihat Embun berkelakuan sama.

"Apakah Embun kembali seperti dahulu ?" Angkasa menerawang.

"Aah.. semoga saja tidak." Angkasa kemudian mencoba menetralkan pikirannya.

Memasuki SMU, Embun perlahan berubah. Mungkin karena pergaulannya kini telah berubah. Angkasa mengusulkan kepada ayah Embun untuk memasukkan Embun disekolah yang sama dengannnya, agar bisa menjaga Embun-alasannya. 

Angkasa juga yang memperkenalkan Embun kepada kegiatan Rohis dan kepada kepada kawan-kawan perempuan Angkasa yang mayoritas berjilbab dan berakhlaq baik, insyaAllah. Alhamdulillah, Embun bukanlah anak yang keras kepala, sehingga ia sangat terbuka dengan segala masukan yang baik. Meskipun jiwanya masih sedikit labil. Paling tidak itu menjadi langkah awal yang baik untuk menjaga Embun tetap berada dijalur yang benar.

Ternyata pergaulan yang baik sangat berpengaruh untuk Embun. Kini, Embun telah memakai jilbab. Bukan hanya sekedar penutup kepala, tetapi jilbab yang benar-benar memenuhi syari'at. Pergaulan dengan lawan jenispun, sudah mengurangi penurunan yang sangat drastis dibanding dulu. Benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat dibanding ketika Embun SMP.

"Embun, sekarang kamu sudah jarang banget jalan sama teman lelakimu ?" Tanya Angkasa iseng.

"Hehehe. Iya donk Mas. Aku sekarang mau jadi wanita shalihah, wanita yang mahal yang tidak mudah tersentuh oleh lawan jenis. Biar Allah sayang sama aku dan nanti ketika aku menikah, aku bisa mendapatkan lelaki yang shalih Mas. Jadi aku mau jaga jarak." Jawab Embun 

"Pintar kamu sekarang. Tidak percuma Mas ajak kamu gabung sama Rohis." 

"Terima kasih Mas. Sekarang aku jadi lebih faham mengenai pergaulan antar lawan jenis. Doakan aku Mas, supaya tetap istiqomah."

"InsyaAllah dek."

**********

Menjelang pukul sembilan dilihatnya Embun baru pulang. Ia ingin langsung bertanya mengenai apa yang dilihatnya tadi siang. 

"Baru pulang Bun, dari mana ?" Embun yang saat itu akan makan, terkejut.

"Mas Asa, kapan pulang ?" Wajah Embun seketika mengembangkan senyum terlebarnya. Memang semenjak lulus sekolah, Asa memutuskan kuliah dikota lain. Dan berlanjut hingga ia bekerja.

"Kemarin malam. Tapi kamu sudah tidur saat Mas pulang dan tadi pagi-pagi sekali Mas ada janji dengan teman. Makanya kita baru ketemu sekarang." 

"Oh, iya. Pertanyaan Mas belum kamu jawab. Kamu darimana kok jam segini baru pulang ?"

"Mas ini. Dari dulu tidak berubah. Selalu saja khawatir kalau aku pulang malam. Padahal baru jam sembilan. Tadi aku dari toko buku Mas. Ada yang dicari."

"Ooh gitu. Sama siapa dek ?" Angkasa penasaran dengan jawaban Embun.

"Sama siapa ya ?" Embun malah membalasnya dengan candaan.

"Kamu kok ditanya bukannya dijawab, malah begitu Bun ?"

"Lagian Mas juga. Datang-datang bukannya tanya kabar Embun bagaimana. Pekerjaan Embun bagaimana. Embun juga belum tanya keadaan Mas bagaimana. Eeh malah Embun seperti diinterogasi seperti ini." 

"Iya maaf Bun. Langsung aja ya." Airmuka Angkasa terlihat serius.

"Ada apa Mas ? kok tiba-tiba serius ?" Embun penasaran.

"Begini, tadi siang Mas melihat kamu di pusat perbelanjaan. Tapi Mas lihat kamu tidak sendiri. Kamu berdua dengan lelaki. Dan Mas tidak tahu dia siapa."

Embun tersenyum.

"Apa ada sesuatu yang Mas belum ketahui dari kamu Bun ?" 

"Iya Mas ada." 

"Maksudnya ?"

"Mas janji ya jangan cerita kesiapapun termasuk keluarga jauh kita."

"Hmm.. InsyaAllah dek."

"Sebenarnya yang Mas lihat tadi siang itu suamiku. Maaf jika Mas tidak mengetahui pernikahan kami, karena Embun tidak mau merepotkan Mas yang saat ini sedang dalam pendidikan dikantor. Apalagi jaraknya juga lumayan kalau Mas harus pulang."

"Memang sengaja aku merahasiakan pernikahanku. Karena suamiku sedang dalam masa percobaan dikantornya dan tidak memperbolehkan karyawannya untuk menikah dahulu dalam rentang waktu enam bulan. Baru dua minggu kami menikah dan waktu itu hanya dihadiri keluarga dekat saja Mas."

"Alhamdulillah, ternyata aku berpikir benar untuk tidak berprasangka buruk dulu." Angkasa mengelus dada, merasakan kelegaan yang sangat. Meskipun sebenarnya, ia telah dilangkahi menikah oleh adik sepupunya.

"Jadi kalian belum tinggal bersama ?"

"Belum Mas."

Tergambar kebahagiaan diwajah Embun. Sesuatu yang dia nantikan, kini telah ia jalani.

**********
Angkasa masih teringat ketika dua tahun lalu ia pulang. Saat itu usia Embun 23 tahun. Usia dimana perempuan sedang ingin dicintai dan mencintai. Dan Embun mengalami hal yang sama.

"Mas, aku siap nikah. Bisa minta bantu mencarikan ?" Tanya Embun kala itu. 

"Kamu sudah minta sama Guru Mengajimu ?" Angkasa balik bertanya.

"Sudah Mas, tapi belum ada tanggapan. Lagipula beliau terbuka kok. Jika memang dari Mas ada calon, nanti aku akan cerita keGuruku."

"Saat ini Mas belum ada calon untukmu, karena teman dekat Mas belum ada yang menyampaikan keinginan untuk menikah dalam waktu dekat."

"Ya udah Mas tidak apa. Mungkin nanti Mas bisa kabari aku jika ada yang sudah siap."

**********
Embun. Adik sepupuku yang kusayang. Aku dan Embun sama-sama anak tunggal dan secara otomatis kami menjadi dekat. Meskipun kami berada di kota berbeda tetapi komunikasi antara kami tetap lancar. Meskipun tentang masalah pernikahannya, dia tidak mengabariku. Tapi aku sangat mengetahui mengenai proses pencarian Embun akan imam yang kelak menjadi pemimpinnya. Namun dengan lelaki yang kini menjadi suaminya kini, Embun belum pernah bercerita.

Proses pencariannya tidak bisa dibilang mudah. Beberapa kali mencoba berta'aruf tapi belum satupun yang berhasil dilakukannya. Ketika ada info mengenai lelaki yang siap menikah dan lelaki itu diceritakan mengenai Embun secara garis besar, tiba-tiba saja pihak lelaki enggan meneruskan dengan alasan yang tidak jelas. Akupun tidak tahu, dengan suaminya kini dia telah menjalani proses ta'aruf berapa kali.

Embun selalu berusaha berfikir positif. Walau yang aku tahu, keinginan dia untuk menyempurnakan setengah agamanya begitu kuat. Tapi dia yakin, akan indah pada waktunya dan setiap manusia pasti ada jodohnya. Juga seseorang yang baik pasti akan mendapatkan yang baik pula. Begitulah cara Embun berusaha menguatkan diri.

Meski Embun harus melihat satu persatu teman dekatnya mengirim undangan pernikahannya atau saat mendengar teman sebayanya telah melahirkan anak pertamanya atau ketika ada kumpul-kumpul bersama teman-temannya dan dia lihat ada temannya yang membawa pasangannya. Sebagai wanita normal, jelas ia ingin merasakan juga. Dia juga pernah sedih akan hal itu. Akulah yang selalu menjadi tempat curhat Embun setelah Allah tentunya. 

Yang aku salut dari Embun adalah keinginannya untuk tetap mempertahankan kesabarannya untuk terus menunggu hari pernikahannya tanpa disertai oleh proses pacaran sebelumnya. Ia tidak ingin Allah tidak ridho akannya. Dengan wajah yang manis, bisa saja ia memancing teman lelakinya untuk menyukainya dan mendekatinya. Tetapi itu tidak dilakukan Embun. Justru sebelum ku tahu ia menikah, Embun lebih menjaga jarak dengan teman-teman lelakinya dan mengurangi interaksi dengan lawan jenis. Ia tidak ingin kesalahan masa lalunya untuk berpacaran terulang. Cukup masa lalu menjadi pelajaran berharga. Ia berusaha untuk menjaga hatinya untuk tidak lagi tergelincir kepada yang bukan haqnya.

Dan jika kini ia menikah. Adalah pasti buah dari kesabarannya selama ini yang kutahu tidak mudah bagi seorang wanita menahan perasaannya. Doaku yang terbaik untukmu dek. Semoga kamu bisa mengemudikan rumah tanggamu hanya dalam naungan ridhoNya. Aamiin.

Cerita Tentang Bahagia

Dalam diammu engkau pergi
Tanpa kata tanda perpisahan
Sejenak kita hanya mengenal
Menyentuh hati tanpa raga bersua

Kau memberiku sejuta arti
Menjadi malu menebar keluh
Sedang kau menatap dunia
Tanpa raga yang utuh

Duka kau bilang anugerah
Bayang wajahmu hanya ada senyum merekah

Seperti namamu
Hanya ku dengar bahagia dan bahagia
Mungkin duka telah kau telan dalam-dalam
Hingga biasnya tak jua tersisa

Beberapa jenak kita tertawa
Beberapa jenak kita mengurai cerita
Ku tabur asa hinggaku lunglai
Berharap sua denganmu seorang

Sepanjang jarak membentang
Ketiadaanmu menjadi nestapa
Kau bidadari dalam taman hati
Dan engkau tak pernah terganti

Allah mengikat kita
Di bingkai indah ukhuwah

Mungkin sebuah doa
Kan ku panjatkan lebih dalam
Demi sua di alam surga

Terimakasih
Bahagia

20 Maret 2012

Because I'm Not Perfect

Mungkin aku tidak selalu ada untukmu kawan
Mungkin aku sering berkilah bila kau mulai terlihat manja
Mungkin aku mengabaikan setiap keluh kesahmu
Mungkin aku jarang atau enggan menyapa

Maaf jika ku hanya mampu berkata
Karena engkau adalah pelaku utama
Namun seribu kata yang kuucap
Hanya menjadi buih jika pun kau abaikan

Maaf jika ku membelakangi
Hanya ingin melihatmu menjadi kokoh
Dan lemahmu, biar Tuhan saja yang tahu
Kau tahu, bisa jadi lemahku lebih besar

Maaf jika ku mengabaikan
Karena aku bukan makhluk sempurna
Tak selalu kau dapati aku bahagia
Meski sedih jua tak ku tampilkan

Maaf jika kau merasa sepi
Sedang aku masih bergelar seorang kawan
Aku adalah sikhilaf
Jangan hakimi keterbatasanku

Maaf, karena aku bukan Tuhan
Aku bisa menyakitimu
Dan kau bisa menyakitiku

Maaf, karena aku bukan Tuhan
Jadikan saja aku yang kedua
Jika kau terpuruk pilu
Biar aku menjadi tanganNya
Yang semoga bisa menyembuhkan luka

Namun...
Kau tak bisa bersandar padaku
Kau mungkin akan kecewa
Bila kau merasa jenuh
Jauhilah aku secukupnya
Bila kau merasa benci yang mendalam
Ingatlah tawa kita bersama

Kita adalah warna
Dunia indah yang berbeda
Duka dan bahagia
Biarlah singgah pada hati yang tenang

KIta Adalah Sama

Aku adalah hamba Allah
Kau pun sama
Aku tercipta dari setetes air hina
Kau pun sama
Aku tinggal di bumi Allah
Kau pun sama
Aku memakan makanan yang sama denganmu
Kau pun sama
Aku mengeluarkan kotoran yang menjijikkan
Kau pun sama
Aku bersujud kepada Allah
Kau pun sama
Aku mampu memberikan sesuatu
Kau pun sama
Aku bisa wafat
Kau pun sama
Aku dikubur  bersama tanah
Kau pun sama
Aku bisa nantikan surga atau neraka
Kau pun sama
Sebab kita semua sama

Lalu...
Mengapa kau melarang aku memakan makanan yang sama denganmu ?
Mengapa kau tidak senang jika aku pun tinggal di bumi Allah ?
Mengapa kau begitu sulit menerima kebahagiaanku ?
Mengapa kau menatapku sebelah mata ?
Mengapa kau tertawa sedang aku merasa kesulitan ?
Mengapa kau melarangku bersujud dirumah Allah ?
Mengapa kau selalu berbicara neraka kepadaku, seolah-olah disanalah tempatku ?

Sedang Allah, Tuhan aku dan kau
Tidak pernah membedakan ummatNya
Ia ciptakan kau berharta mewah adalah ujianNya
Ia ciptakan aku tiada berharta adalah juga ujianNya
Ia inginkan kau dalam balutan kekuasaan
Ia takdirkan aku menjadi teramat fana di dunia
Bukan karena Ia cinta kau dan benci aku
Ia hanya sedang menerbitkan sejuta cinta tanpa akhir
Dengan aku dan kau berfikir
Dengan iman sebagai akhir

Oh dunia, sungguh kau tempat istimewa
Disini kau berikan sejuta hikmah
Kau tunjukkan kuasa terindahMu
Pada kami hamba-hambaMu

Oh akhirat, sungguh kau lebih istimewa
Disanalah persinggahan aku dan kau
Sebelum aku dan kau menghuni
Tempat teristimewa yaitu surga
Atau tempat terburuk yaitu neraka

Sebab kita semua sama

Memaksa Sabar

Sore itu Shafiyyah ingin cepat pulang kerumah. Ia pun izin untuk pulang terlebih dahulu setelah waktu kerjanya berakhir. Meskipun ada beberapa kerjaan yang belum seleasi, ia tetap bertekad ingin pulang. Kelelahan yang membuatnya ingin cepat pulang. Sejak pagi, ia merasakan badannya kurang fit. Namun tidak disangka, ketika ia sudah berada di bus kota. Sayup-sayup terdengar azan maghrib. Ia sadar bahwa tadi ia pulang pukul setengah enam lewat. Menuju jalan raya, ia harus berjalan kaki selama kurang lebih dua puluh menit, sedangkan waktu maghrib pukul enam. Jadilah dilanda rasa gelisah karena perjalanan masih jauh sedangkan ia belum menunaikan sholat maghrib. 

Saat di bus, ia terus berzikir serta berdoa supaya diizinkan untuk dapat melaksanakan sholat maghrib. Ia lihat jalanan agak macet sehingga perjalanan sedikit terhambat. Hari semakin gelap. Sudah gelisah, ditambah oleh ulah sopir bus yang seenaknya menurunkan penumpang dan menyuruh penumpang untuk berganti bus yang berada dibelakangnya. 

Shafiyyah terus berzikir. Sesekali melihat jam yang tertera dihape-nya. Ia berharap supaya detik bergerak lebih lambat dari biasanya. Jarak yang ditempuh sudah semakin dekat dengan lokasi tempat Shafiyyah berganti kendaraan yang kedua. Memang, selama ini Shafiyyah harus berganti angkot dua kali menuju tempat kerjanya.

Dengan tetap merasa gelisah, Shafiyyah turun dari bus dan bergegas mencari lokasi masjid terdekat. Alhamdulillah, ia hafal daerah itu sehingga dengan mudah menemukan sebuah masjid yang sudah tidak asing lagi namun belum pernah dijamah oleh Shafiyyah. Ia langsung menuju ke tempat wudhu wanita setelah sebelumnya bertanya letaknya kepada seorang ibu. Waktu sudah beranjak mendekati isya, Shafiyyah melaksanakan sholat maghrib sendirian.

Selesai sholat, Shafiyyah berjalan ke tempat biasa ia menunggu bus. Tempat yang strategis, fikirnya. Karena di lokasi itu, ia bisa menunggu dua bus dengan tujuan berbeda namun sama-sama melewati tempat tinggalnya. Menit demi menit ia lewati penantian itu dengan sabar. Sambil terus berzikir. Ia amati secara seksama arah datangnya bus yang dinanti. Lama-lama Shafiyyah merasakan lapar yang sangat, ia juga merasa kelelahan dan didera kantuk yang datang bersama. Hampir setengah jam ia menunggu. Tanda-tanda bus datang belum ada. Kemudian ia rasai, bahwa tangis mulai hadir. Ya, Shafiyyah menangis. Bukan menangis karena cengeng. Tapi karena tubuhnya belum terbiasa dengan jadwal baru di tempat bekerja yang mengharuskan ia bangun lebih pagi dan pulang lebih sore ditambah lokasi yang lebih jauh dari sebelumnya.

Dibalik masker yang selalu dikenakannya, airmatanya terus mengalir. Badannya semakin lemah dirasa. Perutnya mulai sakit karena lapar. Bukan ia tidak punya uang jika langsung membeli makanan atau makan di lokasi terdekat. Namun ia hanya ingin makan di rumahnya, memakan masakan ibunya yang pasti telah menanti untuk dinikmati. Ia takut jika pulang dalam keadaan kenyang, maka masakan sang ibu akan teronggok begitu saja tanpa tersentuh.

Dalam tangisnya, seolah kemarahan membuncah didadanya. Ia ingin memaki Allah. Memprotes ketidakadilanNya. Mempertanyakan kasih sayangNya. Ya, hanya karena bus yang ditunggunya belum tiba juga. Tapi semua makian tidak ia keluarkan. Ia tetap memaksa untuk berfikir jernih. Ia tetap memaksa dirinya untuk berfikir positif. Ia tetap memaksa dirinya untuk bersabar. Shafiyyah takut, Allah tidak ridho akan dirinya  jika ia khilaf memaki Allah. Meskipun dalam dadanya terasa berat menahan tangis. 

Shafiyyah sadar, dirinya bukanlah orang suci. Beberapa hari yang lalu, ia mengalami hal yang sama, perlahan ia menyalahkan Allah atas ketidaksesuaian keinginan dan keadaan. Namun hanya sesal yang terjadi setelahnya, ia terus beristighfar. Shafiyyah berfikir, nikmat Allah jauh lebih besar, lebih banyak jika dibandingkan dengan segala cobaan yang Allah berikan. Allah bukan tidak sayang. Hanya Allah sedang melimpahkan kasih sayangNya dengan cara yang berbeda yang insyaAllah jika mampu melewatinya dengan baik akan menjadikan suatu pembelajaraan. Belajar sabar. InsyaAllah.

Akhirnya penantiannya berakhir. Dalam satu waktu, dua bus langsung datang. Ia pun menaiki pun yang terlebih dahulu tiba. Masih dengan merasakan lapar dan badan yang kurang baik, ia memaksa sabar hingga sampai di rumah. 

Dan hari ini, Shafiyyah mendapat pelajaran baru mengenai makna sabar yang acapkali terlupakan. Terlihat sepele, teramat sepelenya terkadang kita tidak menyadari jika kita telah mengabaikan kesabaran. Jika dari hal kecil saja kita sudah membiasakan diri untuk bersabar (InsyaAllah) maka kita akan terus belajar menggali kesabaran untuk hal yang lebih besar.

".....maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.
QS. Yusuf : 18

Allahua'lam.

Lagi-Lagi Cinta

Seorang kawan meminta saya untuk membuat tulisan dengan tema “menjaga hati”. Meskipun menjaga hati cakupannya banyak, tapi bisa saya simpulkan adalah permasalahan hati mengenai cinta.

Lagi, berbicara mengenai cinta dan hati adalah dua hal yang saling bertautan. Tidak bisa dipisah. Karena jika bermain dengan hati, maka akan timbul sebuah efek yaitu cinta. Terlepas dari jenis cinta yang baik atau tidak. Maka hati memang harus selalu dijaga.

Jika tubuh memerlukan berbagai jenis asupan gizi guna mempertahankan kestabilan pencernaan, maka hatipun memerlukan asupan untuk menghindarkannya dari sesuatu yang kurang baik. Asupannya adalah zikrullah.

Hati memang sangat rentan bila tidak dijaga. Bahkan meskipun sudah telaten menjaganya, kadang masih suka tergelincir. Tapi bedanya, tergelincirnya hati yang sudah ternutrisi tidak akan tergelincir sangat jauh. Pemiliknya akan menyadari kekeliruannya dan merasakan ketidaknyamanan.

Berbicara mengenai cinta, pasti juga berbicara mengenai hubungan lawan jenis. Tidak bisa di tampik, jika seseorang menyukai lawan jenis. Entah dari segi fisik, inner beauty atau dari hati. Seberapapun ia tergolong seseorang yang shalih. Kecenderungan terhadap lawan jenis adala hal yang normal.

Kadangkala hati bisa melesat menjauh tanpa bisa dikendalikan oleh pemiliknya. Ia bisa menyukai lawan jenisnya, meskipun kadang ia tidak ingin menyukainya. Padahal sebenarnya, bukan hati yang benar-benar melesat. Tapi ada sesuatu yang menyebabkan hati itu melesat seolah tidak mampu tergenggam.

Contohnya, jika perempuan dan laki-laki memiliki intensitas pertemuan yang tinggi. Entah karena masalah pekerjaan, organisasi, pertemanan atau lainnya. Bisa dipastikan sedikit banyak akan menimbulkan suatu perasaan khusus. Jika bukan dari pihak perempuan, maka bisa jadi dari pihak laki-laki. Seperti pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Cinta datang karena seringnya bertemu.

Kita tidak bisa menyalahkan keadaan, kita juga tidak bisa menyalahkan hati jika tiba-tiba tertambat pada seseorang. Karena itu adalah fitrah. Karena kita adalah manusia biasa yang memang dilahirkan cenderung untuk mencintai dan dicintai.

Jika suatu keadaan bisa sangat diminimalisir, misalnya jika kita bisa berusaha untuk mengurangi intensitas dengan lawan jenis, itu bisa menjadi salah satu solusi. Minimal menghindari adanya persentuhan hati.

Persentuhan hati yang telah terlanjur melekat akan sangat sulit untuk terlepas. Jika pun terlepas, seperti sebuah keramik yang retak dan berusaha untuk disatukan kembali, maka tetap akan tampak bekas retakannya.

Tapi jika terlibat pada situasi yang mengharuskan kita rutin bertemu dengan lawan jenis dan kemudian muncul benih-benih cinta yang sebenarnya kita sendiri tidak menginginkan hal tersebut hadir. Jangan panik, itu lumrah. Jangan berusaha menghilangkan, kata kawan saya. Semakin kita berusaha menghilangkan maka akan semakin sulit. Cinta itu berasal dari Allah, cinta itu karunia dari Allah. Maka kembalikan saja cinta itu kepada Allah, jika kita merasa kita tidak pantas memiliki rasa cinta itu (baca:bukan pada pasangan). Bukan suatu hal yang mudah, tapi kawan saja mengajarkan untuk menikmati saja rasa itu. Biarkan waktu yang akan menghapusnya. Dan selalu berpegang kepada Allah mengenai segala rasa cinta. Agar cinta kita tidak tergelincir.

Berusaha menghindari memanjakan rasa cinta yang tiba-tiba hadir kecuali kepada yang berhak. Bagaimana pun manajemen cinta bergantung kepada masing-masing orang. Tapi tingginya ilmu tidak menjamin cinta itu tidak bisa hadir dalam hatinya, karena cinta itu fitrah.

InsyaAllah, hanya dengan berpegang teguh kepada Allah, sabar atas segala kehendakNya dan mencoba memikirkan baik buruknya cinta “terlarang”, Allah akan selalu menjaga kita. Menjaga cinta kita untuk yang berhak. Hanya Allah, sutradara terbaik dimuka bumi. Segala skenarionya adalah yang terindah meskipun harus mengais makna dalam kesedihan. Setiap manusia ditakdirkan memiliki cinta. Hanya Allah sebaik-baik pemberi cinta. Hanya Allah sebaik-baik landasan untuk mencintai.

Allahua’lam.

Menapak Jejak Di Curug Nangka

Saya dan Bakul, hari ini akan berangkat ke tempat wisata di kawasan Bogor yaitu Curug Nangka. Setelah dua hari yang lalu, Bakul mengusulkan untuk refreshing kesana. Sebelumnya, kami berdua, belum pernah ada yang mengunjungi tempat tersebut. Tapi Bakul menyuruh saya untuk mencari info diinternet, dan Bakul pun melakukan hal yang sama.

Kami menggunakan transportasi kereta api, saya pilih yang commuter line agar lebih nyaman tanpa ada penghuni kereta yang biasa hilir mudik dikereta ekonomi. Saya menggunakan kereta dengan jadwal keberangkatan pukul 08.00 pagi. Karena kediaman saya jauh dari Bakul, maka saya lebih dahulu naik kereta dari stasiun Kota, sedangkan Bakul menunggu saya di stasiun Tanjung Barat.  Setelah beberapa kali update dimana saya sedang berada, akhirnya Bakul pun bersiap-siap untuk menunggu kereta yang saya tumpangi ketika saya sudah memberitahu bahwa saya telah melewati stasiun Pasar Minggu.

Bakul menunjukkan  kepada saya info transportasi menuju Curug Nangka yang ia dapat dari internet. Kami membacanya bersama, jika dilihat cukup mudah meskipun kami belum terbayang bagaimana angkotnya.

Pukul 09.00 kami tiba di stasiun Bogor. Karena kami ingin memastikan mengenai transportasi menuju Curug Nangka, maka saya pun berinisiatif untuk bertanya di TIC (Tourism Information Center) Bogor yang berada di Taman Topi tepat sebelah stasiun Bogor.

Kami pun bertemu dengan seorang Bapak yang entah namanya siapa. Kami pun mengutarakan maksud kami untuk pergi ke Curug Nangka. Bapak itu bilang, bahwa untuk menuju Curug Nangka dapat menggunakan angkot 02 menuju Bogor Trade Mall (BTM) dengan membayar Rp 2.000,- kemudian di lanjutkan dengan angkot 03 arah Ciapus turun dipertigaan Curug Nangka. Tapi sebelumnya, kita harus memastikan bertanya pada sopir angkot bahwa rute trayeknya melewati Curug Nangka. Tarif angkot menuju curug Nangka adalah Rp 5.000,-.

Tapi Bapak itu juga bilang bahwa Curug Nangka sekarang sudah agak sepi pengunjung karena banyaknya preman dan terdapat suatu kejadian buruk, yaitu meninggalnya seseorang di Curug Nangka akibat tidak mampu menyelamatkan diri ketika hujan turun. Menurut informasi Bapak itu, bahwa di Curug Nangka jika hujan turun maka air akan langsung menggenangi Curug Nangka dan melibas semua yang ada di dekatnya.

Saya masih agak penasaran dengan cerita si Bapak, tapi pada kisah selanjutnya saya akan memberitahu kenapa Bapak itu bisa mengatakan seperti itu.

Si Bapak malah menyarankan saya dan Bakul untuk mengunjungi Curug Luhur yang masih berada pada jalur yang sama setelah Curug Nangka. Atau mengunjungi Curug Cigamea yang lebih bagus dan lebih banyak pengunjungnya.

Seketika kami bingung, kami pun mengucapkan terima kasih banyak kepada di Bapak yang telah sabar meladeni pertanyaan kami.

Hawa di kota Bogor hari itu terasa sangat panas. Setelah keluar dari TIC kami pun berdiskusi sejenak, kami bingun mendadak. Antara rasa khawatir mengenai cerita tentang Curug Nangka atau keinginan untuk mendatanginya. Sebenarnya kami juga berminat untuk ke Curug Luhur atau Cigamea, namun tujuan awal kami adalah Curug Nangka, akhirnya dengan berucap basmalah maka kami memilih Curug Nangka untuk refreshing hari ini.

Kami mengikuti rute transportasi si Bapak, setelah naik angkot 02 hingga BTM yang membutuhkan waktu sekitar lima menit lebih, kami mencari angkot ke arah Ciapus. Ternyata tidak semua angkot ke Ciapus melewati Curug Nangka. Benar kata si Bapak, kami pun mencari angkot yang melewati kawasan Curug Nangka.

Hampir setengah jam kami berada di angkot. Kami tiba di kawasan Curug Nangka sekitar pukul sepuluh lewat. Untuk menuju Curug Nangka masih harus melewati jalanan aspal kurang lebih 1,5 kilometer. Awalnya kami berniat untuk berjalan kaki, namun ada ojek yang mendatangi kami dan menawarkan jasa ojeknya dengan harga Rp 5.000,-. Akhirnya kami luluh dan membatalkan niat kami jalan kaki. Ternyata jalur yang kami lalui lumayan jauh. Melewati jalan panjang beraspal, kemudian rindangnya pinus benar-benar memanjakan mata kami. Sesampainya di loket karcis masuk, kami berhenti sejenak dan membayar HTM sebesar Rp 7.500/orang. Kami melanjutkan perjalanan dengan ojek hingga parkiran.

Dari abang ojek, saya tahu bahwa Bogor bagaikan kota seribu curug. Karena di Bogor banyak sekali curug yang telah resmi dikelola menjadi tempat wisata atau curug yang belum dikelola.

Untuk menuju Curug Nangka hanya di butuhkan waktu sekitar 10 menit dari parkiran.

 Meskipun namanya curug Nangka, namun tidak hanya curug Nangka yang berada di kawasan ini. Tapi juga ada curug Daun dan curug Kawung serta curug-curug kecil lainnya.

Memasuki kawasan curug, saya mengikuti jalan batu berbentuk tangga di sebelah kiri. Di sepanjang jalan saya beberapa tenda yang menyajikan makanan dan minuman ringan.

Dijalan menuju curug Nangka terdapat bebatuan alami berwarna kemerahan diantara hutan pinus yang menambah indah suasana.


Jalan setapak yang kami lewati berada di antara tebing di sebelah kiri dan curug kecil sebelah kanan. Percikan air dari curug-curug kecil yang temui sepanjang jalan, membuat kami berdecak kagum akan ciptaan Allah yang indah. Juga batu berundak sebelum kami mencapai curug selanjutnya. Seperti inilah keindahannya. Sangat alami dan indah. Subhanallah.

Tak lama, kami tiba di sebuah curug yang lebih tinggi dari sebelumnya meskipun tidak terlalu tinggi. Dan setelah kami melihat papan namanya, kami tahu bahwa itu adalah curug Daun. Meskipun tidak terlalu tinggi tapi kontur batu dan jatuhnya air sangat unik dan indah.

Mungkin karena faktor musim panas, maka debit air disemua aliran curug tidak sederas seperti biasa. Bahkan terlihat beberapa aliran air mengering dan hanya memperlihatkan batu-batu kali. Tapi dengan begitu, kita juga bisa melihat bentuk batu yang indah setelah sekian lama terkena guyuran air terjun.


Curug daun
Setelah puas berfoto-foto di curug Daun, kami melanjutkan perjalanan lagi dengan melewati jalan berbatu dan jalan setapak. Dan diakhir perjalanan kami pun tiba di curug yang paling tinggi dikawasan itu yaitu curug Kawung. Curug yang berada diantara tebing-tebing hijau. Di curug Daun pun terlihat hanya satu sisi aliran air. Air jatuh lurus dan membentuk suatu wadah alami yang menjadi tempat untuk berendam para pengunjung. Air di curug tidak terlalu dingin, mungkin karena faktor musim panas.
Curug Kawung

Saya dan Bakul, beristirahat di sebuah batu datar. Kami mengeluarkan perbekalan yang sebelumnya telah di persiapkan Bakul sebelum berangkat.

Terasa ada hawa lain disini. Saya merasakan kenikmatan yang sangat ketika bercengkerama dengan sahabat di alam yang hijau. Kiri kanan kami, terdapat tebing hijau dan batu-batu kali yang besar.

 Setengah jam lebih kami berada di curug Kawung, beberapa orang nampak baru datang ketika kami hendak meninggalkan curug Kawung.

Ada yang unik disana, kita harus berhati-hati mengeluarkan makanan, karena disekitar curug banyak terdapat segerombolan monyet yang akan langsung merampas makanan yang dilihatnya ketika sipemilik makanan itu lengah.

Ada yang terasa aneh. Karena dari info yang kami tahu, bahwa urutan dari bawah adalah curug Nangka, curug Daun dan curug Kawung. Namun yang lebih ramai adalah di curug Kawung, sementara kami tidak menemukan dimana curug Nangka.


Selidik punya selidik, setelah saya kembali berjalan turun saya melihat ada ukiran bertuliskan curug Nangka diatas batu kali. Saya fikir, sepertinya beberapa orang tidak sadar jika ada tulisan itu dan kurang mengetahui letak curug Nangka sebenarnya.

Walaupun sebelum keatas saya melewati jalur yang sama, namun saya pun baru sadar setelah kembali turun. Dekat ukiran curug Nangka ada kawat yang menandakan bahwa disana adalah daerah bahaya yang tidak boleh didekati. Kami pun baru tahu, jika ukiran curug Nangka adalah aliran curug yang mengalir melewati kawat pembatas. Pantas jika curug Nangka seperti tidak terjamah (kembali). Karena letaknya paling bawah dan tersembunyi diantara semak-semak hijau dan merupakan aliran paling bawah jika hujan turun.
Aliran sungai menuju curug nangka
Di bawah jembatan kayu tersebut adalah jalur menuju curug Nangka. Kami sempat nekat untuk turun dan melihat curug Nangka, sebelum ada seseorang yang melarang kami untuk turun karena bahaya jika hujan turun.

Saya teringat akan perkataan Bapak di TIC, bahwa pernah ada korban yang terbawa arus curug Nangka. Saya pun memahami perkataannya. Memang, jika saya lihat sendiri, tidak ada yang berani untuk mendekati curug Nangka. Jika untuk mencapai curug lainnya kita hanya berjalan di jalan setapak di sisi curug, maka untuk mencapai curug Nangka kita harus terjun langsung kebawah, berjalan melewati aliran sungai.

Bahayanya, jika hujan turun maka air akan langsung menenggelamkan semua yang ada di aliran curug Nangka karena untuk kembali keatas cukup jauh. Sedangkan tidak ada jalan pintas yang langsung untuk naik keatas. Kami menduga bahwa tugu memori yang terdapat di atas adalah sebagai penghormatan kepada korban meninggal yang terbawa arus curug Nangka.
Kami mengamati bahwa memang pengunjung disini tidak terlalu banyak seperti dicurug lainnya. Padahal sedang libur nasional. Mungkin pengaruh peristiwa tersebut. Kami juga banyak melihat ada beberapa warung yang sudah tidak beroperasi. Tapi menurut info dari abang ojek, ternyata di curug ini buka hingga 24 jam. Pantas saja, saya melihat orang-orang berdatangan pada sore hari bahkan ada diantara mereka yang membawa peralatan untuk camping.

Di curug Nangka juga bisa dijadikan sebagai tempat camping yang asyik. Dengan lokasi yang tidak jauh dari Ibukota Jakarta dan dengan hawa yang masih asri, kami lihat ada beberapa tenda yang terpasang.

Di curug Nangka, fasilitas kebersihan dan tempat ibadah cukup lengkap. Untuk sekali masuk toilet, dikenakan tarif sebesar Rp 2.000,-.

Sebuah mushola nampak sepi ketika kami akan melaksanakan ibadah sholat zuhur. Mushola berwarna hijau yng sepadan dengan warna alam diluarnya. Mushola itu tidak di lengkapi dengan dinding tertutup. Hanya setinggi setengah badan, seperti mengajak untuk merasakan kenikmatan sholat dialam terbuka. Selesai sholat, kami menikmati makan siang yang kami bawa dari rumah. Hampir seharian kami berada di kawasan curug Nangka.

 Sore hari, setelah selesai melaksanakan sholat ashar, kami hendak pulang. Namun hujan  tiba-tiba turun. Mengingat bahwa kota Bogor adalah kota hujan, maka sudah tidak aneh jika tiap sore hujan turun. Namun setelah agak lama menunggu, sepertinya belum ada tanda-tanda bahwa hujan akan reda. Maka kami memutuskan menerabas hujan dengan menggunakan paying. Satu berdua.

Jika ketika datang berangkat kami diantar abang ojek hingga parkiran, maka ketika pulang kami tidak menemukan adanya abang ojek yang menunggu penumpang. Mungkin karena sedang hujan, fikirku. Akhirnya kami, memutuskan berjalan dibawah guyuran hujan. Bercipratan dengan genangan air, hingga membuat pakaian bawah kami otomatis kebasahan.

Hujan tidak membuat keakraban kami berkurang, sepanjang perjalanan kami banyak bercerita. Sepanjang jalan kenangan.

Kurang lebih tiga puluh menit, kami tiba ditempat awal kami turun angkot. Kami langsung mencari tempat berteduh sambil menunggu angkot yang akan membawa kami kembali ke BTM. Selang beberapa lama, angkot datang. Perjalanan kami hari ini cukup melelahkan juga menyenangkan. Berganti angkot di BTM menuju ke stasiun Bogor, kami kembali naik angkot 02.

Untuk kenyamanan, kami kembali memilih kereta commuter line. Tidak terlalu ramai penumpang dari stasiun Bogor, namun beranjak ke stasiun berikutnya, penumpang lantas memenuhi kereta.

Bakul turun terlebih dahulu di stasiun Tanjung Barat, sedangkan saya lanjut hingga stasiun terakhir.

6 April 2012, Curug Nangka 

ANGKASA BUMI


Di atas sana ada angkasa
Taman langit yang berkilau dengan beragam perbendaharaannya
Ada bintang berkilau di sana
Cahayanya yang berkedip
Bukan sedetik ia singgah
Namun berjuta-juta tahun menjadi sebuah proses
Ada juga bulan
Bias mentari yang ia sisakan
Tuk temani lelapnya tidur kami

Angkasa luas tak terbatas
Menyibak segala keajaiban alam
Kuasa Tuhan Maha Dahsyat
Benda langit yang berhambur tanpa terbentur

Angkasa, jauh membumbung tinggi
Sebuah ujung yang sirna
Batasnya adalah kuasa Tuhan

Seperti sebuah cita, tiada berujung
Menengadahkan asa ke langit luas
Benar, di atas sana tak terbatas
Segunung citapun akan sanggup Ia menampungnya
Jangan lupa sertkan doa
Bukan secuil, bukan sekedar
Tapi sepenuh hati

Dan, kita telah menembus langit
Bersama gumpalan asa itu
Dengan hawa terbaik yang di miliki
Dengan sentuhan lembut raga
Dengan dekapan hangat seorang saudara
Dengan daya fikir menakjubkan
Dengan hati penuh kasih

Tetaplah memeluk bumi
Seperti ia akan memeluk kita kelak
Terus berpijak meski langit di junjung

Kita lambang makhluk beradab
Khalifah Tuhan di muka bumi
Kitalah angkasa bumi
Jauh melanglang dalam fikir
Merunduk menatap jejak langkah